Jakarta, Kompas -
Kepastian itu dikatakan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Rabu (4/4), di Jakarta. ”Selasa malam ada pertemuan Presiden dengan pimpinan parpol di Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Politik Pendukung Koalisi Pemerintah, minus PKS. Dicapai kesepakatan dengan partai lain, selain PKS, dan
Selain PKS, Setgab juga beranggotakan Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ada kesepahaman dari lima partai di koalisi bahwa PKS dinilai melanggar kontrak koalisi sewaktu berseberangan dengan sikap koalisi dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat lalu, terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sekretaris Setgab dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarifuddin Hasan, menyatakan, pimpinan parpol koalisi yang hadir dalam pertemuan dengan Presiden Yudhoyono di Puri Cikeas Indah, Bogor, Selasa malam, menilai PKS melanggar kontrak koalisi. Karena itu, keberadaan PKS di koalisi dianggap sudah selesai. Namun, Syarifuddin tidak menyebutkan PKS
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Rabu, di Jakarta, menambahkan, rapat anggota koalisi pendukung Yudhoyono memang berpendapat, PKS melakukan tindakan di luar kontrak koalisi yang disepakati. ”Semua anggota koalisi sepakat dengan itu,” katanya. ”Di masa depan kami membutuhkan koalisi yang solid.”
Secara terpisah, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang juga Wakil Ketua Setgab, menyebutkan, PKS melanggar tiga butir kesepakatan koalisi. Salah satu yang dilanggar adalah tentang aturan semua anggota koalisi tunduk pada keputusan bersama. Sebelum keputusan bersama itu diambil, semua anggota diajak bicara dan dapat berbeda pendapat. Namun, setelah diputuskan, koalisi harus tunduk pada kesepakatan bersama.
Jika tidak, partai itu bisa mundur dari koalisi atau Presiden mengeluarkannya dari koalisi. ”Benar seperti kata Pak Syarif, kontrak dengan PKS sudah berakhir,” ujar Aburizal.
Dalam rapat parpol anggota koalisi, Selasa malam, belum diputuskan sanksi untuk PKS yang menolak kebijakan kenaikan harga BBM. PKS tidak diundang dalam rapat. Namun, penyelesaian persoalan ini diserahkan kepada Presiden Yudhoyono.
Selain itu, Presiden Yudhoyono juga meminta semua partai anggota koalisi mengintrospeksi diri masing-masing dan melihat kembali perjanjian kerja sama koalisi.
Dinamika di koalisi pendukung itu membuka peluang terjadinya perombakan kabinet karena kini PKS memiliki tiga kader di Kabinet Indonesia Bersatu II. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa mengatakan, perombakan kabinet adalah keputusan yang tidak terhindarkan saat sebuah partai tidak lagi menjadi bagian dari anggota koalisi.
Menurut Daniel, parpol anggota koalisi yang memalingkan diri dari opsi kedua, setuju penambahan Ayat (6a) dalam perubahan Undang-Undang APBN Tahun 2012, jelas telah melapangkan jalannya sendiri untuk meninggalkan kabinet.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito, menilai, hiruk-pikuk koalisi pendukung pemerintahan Yudhoyono saat ini adalah puncak disorientasi koalisi. ”Koalisi sudah kehilangan arah. Dulu koalisi terbentuk dengan pola pragmatis dan bagi-bagi kekuasaan, bukan kesamaan platform. Akibatnya, koalisi rapuh,” ujar Arie.
Manuver antarparpol, terkait usulan kenaikan harga BBM, kian merusak koalisi dalam bersikap bersama.