Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga BBM Hanya Solusi Sesaat

Kompas.com - 30/03/2012, 07:39 WIB

Sadar Subagyo, anggota Badan Anggaran dari Fraksi Gerindra, juga menyebut ketidakmampuan pemerintah mengendalikan dan membatasi BBM bersubsidi. Di sisi lain, gejolak harga minyak karena ketegangan di Timur Tengah dan krisis utang Eropa sudah diperhitungkan dalam penyusunan APBN 2012. Perlambatan ekonomi dunia pun tak berpengaruh banyak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan tahun ini 6,5 persen. ”Dugaan saya, pemerintah ingin menyelamatkan PLN dan ada kepentingan politik melalui bantuan langsung tunai Rp 150.000 per keluarga,” kata Sadar.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal menolak kenaikan harga BBM karena menaikkan inflasi dan menggerus pendapatan riil buruh. Pemerintah menyebut inflasi menjadi 6,8 persen—bukan 7 persen karena kenaikan tarif dasar listrik ditunda ke tahun 2013—yang berarti upah riil buruh hanya naik separuh.

Pendapatan petani juga terpengaruh karena penggunaan traktor tangan dan biaya transportasi. Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Kementerian Pertanian Handewi Purwati Saliem menyebut, kenaikan harga BBM akan menurunkan keuntungan petani padi 1,5-2 persen saja.

”Yang lebih memengaruhi adalah inflasi yang berhubungan dengan daya beli. Juga sisi psikologis yang mendorong naiknya harga faktor produksi, seperti pupuk, benih, dan tenaga kerja di tingkat petani,” kata Handewi, Rabu (28/3/2012).

Aneh

Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2008 sebenarnya sudah mengingatkan akan keanehan dalam cara pemerintah menangani BBM di dalam negeri.

Di satu sisi, kenaikan harga didorong lonjakan harga minyak mentah dunia, padahal tidak seorang pun dapat mengetahui seberapa tinggi kenaikannya. Di sisi lain, harga BBM bersubsidi di dalam negeri dipatok pada angka tertentu, saat ini Rp 4.500 untuk premium dan solar. Artinya, harga BBM domestik sebagai variabel statis dipengaruhi harga minyak mentah internasional yang merupakan variabel dinamis.

Menghubungkan dua variabel tersebut tidak wajar karena akibatnya pemerintah terus membuat kebijakan yang didasari dari satu kepanikan ke kepanikan lain, yakni kekhawatiran lonjakan lebih tinggi harga minyak mentah internasional. Demikian inti pesan tim Pusat Penelitian Ekonomi LIPI. Laporan ditulis oleh, antara lain, Latif Adam dan Wijaya Adi, empat hari setelah pemerintah menaikkan harga BBM, 24 Mei 2008.

Meski begitu, pemerintah tetap memakai pola sama setiap kali meredam dampak lonjakan harga minyak mentah dunia terhadap APBN.

Rapat kerja Badan Anggaran DPR dengan Menteri Keuangan dan Menteri ESDM, Senin (26/3/2012) sore, menyepakati keinginan pemerintah menyubsidi energi Rp 225 triliun; Rp 137,4 triliun di antaranya untuk BBM, LPG, dan bahan bakar nabati, serta Rp 30,6 triliun untuk kompensasi kenaikan BBM. Dampaknya, kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga eceran BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter atau naik 33 persen dari harga eceran bensin dan solar saat ini Rp 4.500.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com