Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jabodetabek Makin Sesak

Kompas.com - 13/03/2012, 03:58 WIB

Jakarta, Kompas - Tak terkendalinya urbanisasi membuat wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pada tahun 2010 dipadati sekitar 28 juta penduduk. Jumlah ini setara dengan gabungan penduduk Australia, Singapura, Timor Leste, dan Brunei.

”Jika urbanisasi tak segera ditangani dengan baik, rentan menimbulkan gangguan keamanan,” kata Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Sonny HB Harmadi dalam Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dengan Tentara Nasional Indonesia di Jakarta, Senin (12/3).

Urbanisasi meningkat sejak 1990-an saat industrialisasi dikembangkan. Kini, 92,72 persen warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tinggal di perkotaan.

”Jabodetabek jadi wilayah penampung luberan penduduk yang gagal meningkatkan taraf hidup di daerah asal,” kata dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, secara terpisah.

Ke depan, wilayah pendukung Jakarta akan makin padat. Jumlah warga komuter yang bekerja di Jakarta tetapi tinggal di luar Jakarta makin besar. Daya dukung lingkungan pun kian berkurang. Sawah, kebun, dan danau diubah jadi permukiman.

Infrastruktur pendukung yang seharusnya bisa memperbaiki daya dukung lingkungan lambat berkembang. Macet pun terjadi hingga ke jalan-jalan kampung. Kondisi itu diperparah dengan tak terkendalinya pertumbuhan kendaraan bermotor dan buruknya transportasi umum.

Kesulitan air bersih terjadi di mana-mana. Masyarakat bebas mengebor air tanah. Saat bersamaan, air limbah tidak terkelola baik hingga pencemaran air tanah dan sungai makin luas.

”Harga air bersih di Jakarta termahal ketiga di dunia setelah Tokyo dan Singapura,” Yayat menambahkan.

Permukiman padat pun merebak hingga pelosok kampung di luar Jakarta. Ancaman bencana meningkat, mulai dari kebakaran, banjir, hingga penyebaran penyakit. Pada saat bersamaan, permukiman kelompok menengah atas makin terpisah dan eksklusif. Hal ini rentan menimbulkan kecemburuan dan konflik sosial.

Rawan konflik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com