Jakarta, Kompas
Arie mengungkapkan, sebelum bekerja di perusahaan Nunun, dirinya merupakan salah satu direktur wilayah Sumatera PT Astra Agro Lestari. Arie menuturkan, awalnya ia diminta membantu PT Wahana Esa Sejati yang hendak memulai bisnis perkebunan kelapa sawit di daerah Riau. Arie pun ditunjuk menjadi direktur operasional PT Wahana Esa Sejati karena pengalamannya di PT Astra Agro Lestari.
Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan akan modal kerja dan investasi, menurut Arie, PT Wahana Esa Sejati kemudian mengajukan pinjaman ke bank, salah satunya Bank Artha Graha. ”Kami memperoleh modal kerja dari Bank Artha Graha sebesar Rp 11 miliar,” kata Arie.
Selain dari Bank Artha Graha, menurut Arie, PT Wahana Esa Sejati juga mendapatkan kredit investasi dari Bank Bukopin sebesar Rp 39 miliar.
Nunun didakwa memberikan 480 lembar cek perjalanan sebesar Rp 24 miliar kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Cek perjalanan tersebut diterbitkan PT Bank International Indonesia (BII) atas permintaan Bank Artha Graha.
Selain Arie, jaksa menghadirkan Ngatiran, pramukantor di PT Wahana Esa Sembada, perusahaan lain milik Nunun. Ngatiran merupakan orang yang disuruh mengantar bingkisan berupa cek perjalanan kepada Arie.
Di persidangan, Arie mengaku, sebelum disuruh menyerahkan bingkisan berisi cek perjalanan itu sempat dikenalkan Nunun kepada Hamka Yandu. Namun, Nunun membantah keterangan Arie. ”Ketika itu, saya mendampingi suami saya sebagai Kapolda Jawa Barat,” katanya.
Meski mengaku menderita demensia atau sulit mengingat, Nunun dengan jelas membantah keterangan Arie perihal pengunduran diri bawahannya itu tahun 2005. ”Seingat saya, Pak Arie tak pernah mengundurkan diri. Bapak meninggalkan saya dengan utang banyak di Bukopin dan kebun (sawit) serta pabrik terbengkalai,” kata Nunun.