JAKARTA, KOMPAS.com — Pelarangan menggunakan rok mini di Gedung DPR sama saja merendahkan perempuan. Kaum hawa seolah-olah menjadi obyek seksual para laki-laki sehingga aturan itu muncul.
"Jadi hulunya di mindset laki-laki, jangan merendahkan perempuan seolah-olah obyek seksual para laki-laki," ujar anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, dalam pesan singkatnya, Selasa (6/3/2012).
Menurut Eva, pola pikir yang meletakkan sumber problem susila pada perempuan adalah pelecehan bagi perempuan dan laki-laki. Ia pun mencontohkan kasus di negara luar seperti Arab Saudi di mana perkosaan kepada kaum perempuan tetap terjadi meski tidak ada yang memakai rok mini.
"Atau di Skandinavia," kata Eva. Di negara beriklim dingin ini semua bebas berekspresi, tetapi tingkat perkosaan amatlah rendah.
"Kalau soal baju menimbulkan perkosaan, lihat fakta-fakta di Arab di mana perkosaan pada TKW berjumlah ribuan, padahal tak satu pun pakai rok mini. Sebaliknya, di Skandinavia bebas berekspresi, tapi tingkat perkosaan amat rendah," jelasnya.
Problem utama yang sebenarnya, lanjut Eva, adalah di pola pikir atau cara memandang. Jika para legislator fokus pada tupoksi kerja maka mereka tidak akan terganggu oleh rok mini. Pemakaian jilbab dan rok mini, dilihat Eva, juga urusan pribadi dan semestinya diserahkan pada fraksi masing-masing untuk mengatur etika individu ini.
"Etika publik adalah urusan DPR, yaitu membuka jalan bagi kesejahteraan rakyat, bagaimana kebutuhan dasar rakyat dijamin dan dicukupi negara. Mindset yang meletakkan sumber problem susila pada perempuan adalah pelecehan bagi perempuan dan laki-laki," tegas politisi PDI Perjuangan ini. (Willy Widianto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.