Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntaskan Konflik Lahan

Kompas.com - 20/02/2012, 02:52 WIB

SEMARANG, KOMPAS - Petani yang tergabung dalam Persatuan Pergerakan Tani Indonesia atau P3I mendesak DPR segera menuntaskan konflik agraria. Selain itu, mengevaluasi lagi kebijakan pemerintah terkait pertanahan dan mengidentifikasi tanah negara dan mengalokasikan peruntukannya.

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal P3I yang juga Sekjen Serikat Petani Pasundan, Agustiana, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (18/2), di sela konsolidasi perwakilan petani se-Jawa Tengah yang membahas langkah petani terkait dengan konflik agraria yang tidak kunjung terselesaikan.

”DPR harus segera membentuk pansus. Dari pertemuan kami dengan Komisi II DPR tanggal 6 Februari lalu, kami mendapat informasi bahwa Komisi II sudah mengajukan surat pembentukan tim khusus kepada pimpinan DPR,” kata Agustiana.

Berdasarkan data Konsorsium Pembaharuan Agraria, selama tahun 2000-2010, ada sekitar 1.700 kasus sengketa tanah di seluruh Indonesia yang melibatkan 2,2 juta kepala keluarga. Angka itu bertambah 190 kasus yang mencuat sepanjang 2011, dan seluruhnya hingga kini belum terselesaikan.

Kerja pansus nantinya, menurut dia, tidak hanya menyelesaikan berbagai konflik agraria yang terjadi selama ini, tetapi juga harus mengevaluasi kebijakan yang menyebabkan terjadinya konflik, serta menginventaris tanah negara yang sudah ataupun belum dikonsensi.

Penyelesaian konflik akan mubazir jika tidak diikuti oleh redistribusi lahan. Oleh karena itu, DPR perlu memetakan dan menginventarisasi seluruh tanah milik negara beserta statusnya. Dengan demikian, akan diketahui seberapa besar lahan yang sudah dikonsensi serta seberapa banyak yang dapat diredistribusi kepada rakyat.

Kebijakan pemerintah selama ini, jelas dia, juga banyak yang tumpang tindih. BUMN, seperti Perhutani ataupun perkebunan negara, memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi kepada pihak lain untuk mengusahakan tanah negara. Kementerian Kehutanan dan BPN juga masih tidak sinkron dalam mengeluarkan kebijakan.

”Karena itu dibutuhkan lembaga khusus pertanahan satu pintu. Sebab selama ini BPN hanya mengurusi kawasan tanah dan kawasan hutan yang hanya mencakup 29 persen dari daratan. Sisanya ada di bawah wewenang Kementerian Kehutanan,” ujar Agustiana.

Ketua Organisasi Tani Jawa Tengah (Ortaja), Wahyudi, berpendapat, pihaknya akan fokus pada konsolidasi organisasi, termasuk proses reorganisasi. Agenda utama mereka adalah pendudukan terhadap tanah-tanah yang dikuasai pemerintah, swasta, atau Perhutani.

Petani juga akan memanfaatkan proses sertifikasi Perhutani, dengan menolak rekomendasi sertifikasi jika Perhutani tidak memberikan lahan yang selama ini sudah dikelola oleh masyarakat. ”Kami menginginkan redistribusi lahan, bukan sekadar PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat),” ujar Wahyudi. (UTI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com