Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kursi Setara 16 Kali Upah Buruh

Kompas.com - 27/01/2012, 09:06 WIB

Oleh Orin Basuki

Rencana pembangunan ruang rapat Badan Anggaran DPR dan penggantian furniturnya yang kontroversial masih terus menjadi sorotan publik.

Banyak pihak meyakini, proyek pembuatan ruang Badan Anggaran DPR tersebut adalah fenomena puncak gunung es yang mengonfirmasi begitu banyak masalah yang belum selesai dan tersembunyi dalam pengadaan barang dan modal pemerintah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 April 2011 dalam keterangan pers di Kantor Kepresidenan menyoroti sembilan kementerian dan lembaga tinggi negara yang dianggap memboroskan anggaran dalam pembangunan gedung dan pengadaan barang.

Kesembilan kementerian dan lembaga tinggi tersebut adalah DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan Agung, Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha.

Pernyataan Presiden tersebut merespons rencana kontroversial DPR membangun gedung baru meskipun gedung yang ada masih layak pakai (Fokus, Kompas, 8/4/2011). Sayangnya, tidak ada kabar lebih lanjut tindakan apa yang dilakukan setelah pernyataan Presiden tersebut.

Yang paling baru, DPR justru membuat ruang rapat baru untuk Badan Anggaran DPR senilai Rp 20 miliar.

Yang paling menyinggung rasa keadilan adalah kursi senilai Rp 24 juta per unit, hampir 16 kali upah minimum provinsi DKI Jakarta untuk buruh dalam sebulan. Sementara di depan Gedung DPR, warga Pulau Padang, Riau, menjahit mulut demi mencari keadilan untuk tanah mereka dan mereka tak kunjung mendapat jawaban pasti.

Mengganggu rasa keadilan

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menghimpun data banyaknya anggaran belanja barang dan modal yang mengganggu rasa keadilan sepanjang tahun 2011. Pertama, rencana pembangunan Gedung DPR yang mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Protes keras masyarakat memaksa anggaran diturunkan menjadi sekitar Rp 800 miliar dan akhirnya dibatalkan sama sekali.

”Rencana pembangunan gedung itu ditetapkan dalam APBN 2011. Anehnya, setelah dibatalkan, anggaran DPR tidak juga turun dalam APBN Perubahan 2011. Jumlahnya tetap. Ini menimbulkan banyak spekulasi bahwa sebenarnya anggaran gedung dialihkan ke proyek berbasis belanja barang, termasuk pembuatan ruang Badan Anggaran hingga renovasi toilet,” ungkap Sekretaris Jenderal Fitra Yuna Farhan di Jakarta, Selasa (24/1).

Fitra juga mensinyalir pengadaan 4.041 unit kendaraan dinas berpotensi korupsi karena harga satuannya dianggarkan jauh di atas harga normal pasar, baik kendaraan roda empat maupun roda dua. Proyek pengadaan senilai Rp 32,572 miliar ini terdeteksi di 20 kementerian dan lembaga.

”Pengadaan kendaraan mudah menjadi lahan subur korupsi karena Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa memungkinkan pengadaan kendaraan dinas dengan penunjukan langsung,” ujar Yuna.

Lebih jauh data Fitra memperlihatkan, standar biaya kendaraan dinas melebihi standar biaya yang ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100 Tahun 2010 tentang Standar Biaya Umum (SBU) Tahun 2011. Sebagai contoh, Badan Pemeriksa Keuangan menganggarkan pembelian 49 unit kendaraan dinas dengan nilai Rp 24,8 miliar atau Rp 506,6 juta per unit, padahal berdasarkan SBU, biaya pengadaan kendaraan untuk pejabat setingkat eselon I hanya Rp 400 juta.

Fitra juga menyoroti pengadaan 3.109 komputer jinjing dan komputer meja senilai Rp 32,5 miliar di tujuh kementerian atau lembaga pada tahun 2011. Pengadaan komputer juga bisa menjadi lahan subur pelanggaran karena sulit diidentifikasi keberadaan fisiknya. Fitra mengidentifikasi ada pembelian komputer jinjing yang dihargai Rp 28 juta per unit, padahal komputer terbaik pun bisa dibeli Rp 16 juta dengan harga pasar.

Pemborosan berjemaah

Yang lebih menyedihkan, pembelian kendaraan dinas hingga komputer itu tidak melihat inventaris barang di kementerian atau lembaga pemerintahan yang bersangkutan. Akibatnya, meskipun kendaraan dinas lama masih laik pakai, banyak kementerian dan lembaga membeli kendaraan dinas baru. Padahal, untuk kendaraan dinas yang sudah dibeli pun disediakan anggaran pemeliharaan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2011 tentang Standar Biaya 2012 menetapkan, pemeliharaan kendaraan roda dua dianggarkan Rp 3,42 juta per tahun per unit dan untuk kendaraan roda empat Rp 18,47 juta per tahun per unit. Sementara untuk pemeliharaan kendaraan dinas pejabat negara dialokasikan Rp 35,22 juta. Anggaran itu dialokasikan agar kendaraan berfungsi normal dan siap dipakai setiap saat.

Pembelian aset negara secara berulang setiap tahun tidak perlu terjadi jika Kementerian Keuangan lebih solid. Yuna menyebut, jika Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di Kementerian Keuangan bertukar informasi, tidak akan terjadi kementerian dan lembaga membeli aset berulang-ulang. Kerja sama kedua direktorat jenderal itu dapat menyaring kementerian mana yang memang sudah perlu memperbarui aset dan lembaga mana yang belum boleh membeli aset baru.

”(SDM) Kementerian Keuangan harus lebih baik agar sanggup menelaah kelayakan anggaran hingga ke detail. Jangan sampai terulang penggunaan anggaran pembelian aset negara yang kontroversial, seperti kursi Badan Anggaran DPR,” ujarnya.

Pengawasan lemah

Secara terpisah, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menegaskan, seluruh program yang diajukan kementerian dan lembaga hanya akan disetujui jika telah lolos pemeriksaan di forum tripartit, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, serta kementerian dan lembaga yang bersangkutan.

Kementerian Keuangan akan memeriksa kecocokan antara usul anggaran dari kementerian dan lembaga dalam Rencana Kerja Anggaran indikatif dan standar biaya.

”Kami memeriksa anggaran per program. Jika sesuai dengan standar biaya, kami serahkan operasionalnya kepada kementerian teknis. Sebagai gambaran, kalau ada yang mengajukan program ketahanan pangan, kami memeriksa anggaran program secara umum. Sementara kebutuhan pekerja atau berapa banyak gerobak digunakan diserahkan kepada kementerian pelaksana program tersebut,” kata Anny.

Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Agus Rahardjo menegaskan, masyarakat bisa mudah menilai kelayakan sebuah proyek dengan membaca Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Aturan ini menghendaki setiap pengadaan dilakukan efisien. Artinya, dengan uang yang seminimal mungkin, dapat diperoleh barang yang sebaik mungkin.

”Sangat mudah mengukur efisiensi itu. Jika harga barang yang dibeli jauh lebih mahal dari harga pasar umumnya, itu tidak efisien. Memang Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tidak mengatur sanksi jika prinsip efisiensi tidak terpenuhi. Namun, yang melanggar prinsip itu bisa dijerat pasal kebocoran anggaran negara,” ujar Agus.

Kasus ruang baru Badan Anggaran DPR dan renovasi toilet DPR menghasilkan saling menyalahkan di antara pimpinan DPR, Badan Urusan Rumah Tangga DPR, pimpinan Badan Anggaran DPR, dan Sekretaris Jenderal DPR. Tidak ada yang merasa bertanggung jawab atas pemborosan anggaran tersebut. Juga tidak ada yang mengaku lalai mengawasi perencanaan, pengalokasian, hingga penggunaan anggaran belanja. Tak heran jika orang menyebut negara ini berjalan secara autopilot.

(har/nmp)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com