Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Lemah

Kompas.com - 21/01/2012, 06:20 WIB

Terlepas dari alurpikir dan rekomendasi yang berbeda ini, kedua perspektif ini sebenarnya bermuara pada satu kesimpulan yangsama. Rangkaiankekerasan yang terus terjadi telah memperlihatkan wajah Indonesia sebagai negara lemah.

Fenomenanegara lemahini dapatdilihatdaridua indikasi.Pertama,negara tidak mampu mewujudkan salah satu prinsip dasar kehadirannya,yaitu memberikan keamanan bagi warga negara. Kedua, sebagian masyarakattidak memiliki civic values ketika menjalanikehidupan bernegara.Negara lebihdilihatsebagai musuh masyarakat, bukan dilihat sebagai institusi yang dapat melindungi dirinya.

”Sheriff”dan bandit

Khususnyadi wilayah-wilayahkonflik kekerasan, fenomena negaralemah ini telah mengakibatkantidak jelasnyabatas wilayahgerak antara sheriff dan bandit. Mirip sepertidalam film-film c ow b oy Barat,tangan kekuasaannegara jadisangat sukar diidentifikasikan dan dibedakan dengan tangan kekuasaan non-negara.

Dari wilayah-wilayahkonflik itutak jarang penulis mendapatkan potongan ceritatentang bagaimanaaktor-aktorkeamanan telah menjadiaktor bisnis pula. Demikian sebaliknya, aktor-aktor non-negara, atas nama kelompok masyarakat, yang perilakunya seperti bandit, telah pula memainkan fungsi sebagaipemberi ke- amanan (security provider). Bahkan, kerap pula terdengarcerita bagaimana sheriff dan bandit itu bekerjasama untuk tetap melestarikan konflik kekerasan.

Jika potongan-potongan cerita seperti iniditempatkan dalamgambaranyang lebihbesar, akanmuncul sesuatuyang sangat serius.Gagasan bahwaekonomi politik perdamaian (politicaleconomy of peace) jauhlebih menguntungkanbagi bangsa inidaripada ekonomipolitik kekerasan (politicaleconomy ofviolence) tak akan menemukan lahan yang subur untuk dikembangkan. Ketikaruang abu-abuan- tarawilayahgerak sheriff dan bandit itu begitu luas,dan terkesansaling bahu-membahu, wilayahyang rawanke- kerasantelah menjadisuatu lahanbisnis tersendiri.

Regulasi baru memang dibutuhkan untuk memperkuatmonopoli negaradalam penggunaankekerasan. Namun,keberanian untuk mengambil tindakan setelah regulasiitu dibuatjuga samapentingnya. Pekerjaan sesungguhnya bukanlah pada saat pembuatan regulasi, tetapi justru mulai muncul ketikaregulasi telahselesai dibuat dan bagaimana ketentuan regulasi itu diterapkan di lapangan.

Selain itu, bebanuntuk pembenahan tak hanya ditangan sektor negara.Partai politik juga harus mengemban tanggung jawab untuk menarik kelompok yang tersingkirkan dariproses politi kdemokratis. Para pemimpin partai politik yang bergerak dalam ruang demokrasi tak bisa lepas tanggung jawab terhadap munculnya fenomena negara lemah ini.

Memperkuat negara seharusnya merupakan kepentingan integral dari parpol karena hanya dalam negara yang kuat, partai politik dapat berperan besar. Jika negara lemah, parpol tidak dapat berperan banyak menggunakan kekuasaan negara untuk mengubah keadaan. Karena itu pula, partaipolitik tidakboleh membiarkan dirinya menjadi bagian dari sistem yang melestarikan hubungan simbiosis dari bandit dan sheriff ini.

MAKMUR KELIAT Pengajar FISIP Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com