Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aceh Bukan "Lahan Kosong"

Kompas.com - 17/01/2012, 04:09 WIB

Tesis Humam terbukti karena kondisi Aceh semakin tak menentu, digarap sesuai keinginan penggarap: kekacauan di mana-mana, maraknya penembakan misterius, dan pemaksaan terhadap masyarakat untuk melawan TNI.

Pasca-MOU Helsinki, setelah beberapa tahun usia perdamaian, Aceh kembali menjadi lampoh soh. Dia tidak ditinggalkan pemilik, tetapi pemiliknya seperti kehabisan ide untuk menggarap. Karena dianggap potensial, masuklah anasir-anasir lain untuk menggarap lahan Aceh ini.

Sepanjang 2010, kelompok teroris yang sebelumnya memilih beraksi di kota-kota di Pulau Jawa mulai membangun basis dan jaringan di Aceh. Keamanan Aceh yang kondusif membuat gerakan teroris leluasa merekrut dan melatih kader. Mereka juga membangun kamp pelatihan di Jalin, Jantho, Aceh Besar. Beberapa pentolan teroris bahkan sempat mengunjungi Aceh dan memberi pelatihan kepada anggota yang baru direkrut.

Aceh sengaja dipilih karena relatif aman dan jauh dari Ibu Kota. Apalagi, perburuan terhadap anggota teroris yang sangat gencar berlangsung di Pulau Jawa membuat posisi mereka terdesak. Mereka tak memiliki tempat yang aman untuk mengembangkan sel teroris ini. Karena itu, mereka menjadikan Aceh tujuan penyelamatan gerakan.

Namun, gerak-gerik mereka di Aceh juga terendus. Mereka diburu dan diuber, mulai dari Jalin, Jantho, Lamkabue Seulimuem, hingga penyergapan di Polsek Leupung, Aceh. Aceh menjadi tempat yang tak aman lagi untuk teroris mengembangkan diri.

Setelah teroris gagal menggarap lahan Aceh, kini muncul kelompok lain yang tidak kita tahu dari mana. Dari aksi yang dilakukan, jelas gerakan ini punya susunan sangat rapi. Mereka bergerak dari satu tempat ke tempat lain dan sering beraksi seusai maghrib, seperti kasus penembakan di Bireuen, Banda Aceh, dan Aneuk Galong, Aceh Besar. Target mereka juga jelas: etnis Jawa.

Siapa pelaku

Siapa atau kelompok apa pelakunya? Ini menjadi pertanyaan besar di benak pemangku kepentingan di Aceh. Tidak ada yang mampu memberikan jawaban yang tepat kecuali hanya mereka-reka bahwa aksi ini terkait pilkada atau karena motif ekonomi. Namun, mengapa pekerja kecil yang disasar? Ini pertanyaan lain yang sama sulitnya dijawab.

Di masa konflik, jika ada peristiwa penembakan, kita bisa menduga pelakunya tak jauh dari TNI, Polri, atau GAM. Namun, sekarang Aceh sudah damai. TNI/Polri dan GAM tak lagi terlibat perang. Menuduh anggota GAM sebagai pelaku juga salah alamat. Senjata GAM sudah lama dimusnahkan. GAM tentu memperhitungkan risiko, apalagi dengan menyasar etnis tertentu. Ini bisa menjadi blunder: menciptakan konflik antaretnis.

Kini pilihan kita hanya bisa menyerukan, siapa pun pelaku penembakan hendaknya sadar bahwa Aceh bukan tempat untuk membuat kekacauan. Rakyat Aceh sudah lama lelah hidup dalam konflik, jangan menggiring mereka lagi ke arena konflik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com