Kepala BPT Bina Marga Jateng Wilayah Cilacap Edy Gunawan mengatakan, karena kondisi jalan cukup parah, pihaknya telah melaporkan hal itu kepada Pemprov Jateng. Dia berharap segera ada upaya antisipasi longsor di jalan itu. Sebab, jalur ini merupakan jalan utama penghubung Yogyakarta-Bandung.
”Jalan itu kondisinya memang labil. Apalagi diimpit jurang sedalam 14 meter yang struktur tanahnya tidak kuat. Sebelumnya, di titik yang sama, terjadi beberapa kali longsor,” ujar Edy. Kemungkinan, pihaknya akan memasang tiang pancang guna memperkuat tebing.
Asep Rahmat (32), pengemudi travel jurusan Bandung-Purwokerto, berharap perbaikan segera dilakukan. ”Ini kan satu-satunya jalan dari timur menuju Bandung, jadi sangat vital. Nyatanya, sudah longsor dua hari belum juga diperbaiki,” keluhnya.
Amblesnya ruas jalan ini tak pelak mengancam kelancaran lalu lintas dari Jateng bagian selatan menuju Jakarta. Sebab, kondisi jalur tengah yang menghubungkan Purwokerto-Tegal belum pulih pasca-perbaikan jalan longsor di Desa Ciregol, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes. Saat ini, kendaraan yang melalui jalur tengah dibatasi hanya kendaraan pribadi dan bus penumpang antarkota. Kendaraan truk dengan tonase berat masih dialihkan ke jalur selatan.
Pakar hidrologi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Chay Asdak, menyatakan, pemerintah harus memprioritaskan berbagai langkah adaptasi masyarakat menghadapi ancaman bencana alam di sejumlah daerah. Tujuannya, meminimalkan jumlah korban dan kerusakan akibat bencana alam yang diperkirakan akan marak terjadi tahun ini.
”Usaha perbaikan lingkungan di sejumlah daerah belum berhasil membaik. Padahal, banyak bencana alam akibat perubahan iklim sangat rentan terjadi di Indonesia pada tahun ini. Pengalaman banjir besar di Filipina dan Thailand harus menjadi pelajaran,” katanya.
Salah satu langkah adaptasi yang bisa dilakukan adalah dengan memaksimalkan kinerja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dalam memberikan laporan perkembangan cuaca dan perubahan iklim. Caranya dengan lebih aktif turun ke daerah memberikan informasi dan mitigasi bencana alam akibat perubahan iklim.
”Badan penanggulangan bencana daerah juga diharapkan lebih rajin memberikan pemahaman kepada masyarakat di daerah rawan bencana. Dengan demikian, masyarakat lebih siap menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam,” katanya.
Guru Besar Lingkungan Universitas Padjadjaran Erry Megantara mengatakan, hanya menyalahkan fenomena perubahan iklim merupakan langkah tidak bijaksana. Pemerintah seharusnya memikirkan penyebab lain, terutama tata guna lahan di daerah rawan bencana.