Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Desak Kapolri Jalankan Rekomendasi

Kompas.com - 03/01/2012, 18:41 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak Kepala Kepolisian RI Timur Pradopo untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait kasus kekerasaan di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat.

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan, Kepala Polri harus profesional dalam menanggapi sejumlah rekomendasi pihaknya dalam kasus yang diyakini telah terjadi pelanggaran HAM tersebut. "Sebab, selama ini rekomendasi kita sering tidak mendapat tanggapan. Jadi semoga rekomendasi yang kita keluarkan ini tidak berhenti dan tidak sekadar menjadi rekomendasi saja," ujar Ifdhal seusai jumpa pers pemaparan hasil investigasi Kasus Bima di Kantor Komnas HAM, Selasa (3/1/2012), di Jakarta.

Setelah melakukan investigasi di Bima pada akhir Desember 2011, Komnas HAM mengeluarkan tujuh rekomendasi kepada Kepala Polri. Mereka meminta agar Kapolri terus melakukan penyelidikan secara independen dan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh jajaran aparat kepolisian yang diduga telah melakukan berbagai bentuk pelanggaran HAM. Selain itu, Komnas HAM meminta Kepala Polri selalu memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak para tersangka dalam peristiwa tersebut.

Menurut Ifdhal, Kepala Polri juga harus menjamin keamanan bagi warga dengan tidak melakukan penyisiran, penangakapan, dan penahanan untuk menghindari munculnya permasalahan yang tidak diinginkan.

"Kapolri kita harapkan juga melakukan eliminasi jumlah tersangka dalam peristiwa tersebut yang sekadar ikut-ikutan, terutama anak-anak dan perempuan, agar segera dibebaskan dan tidak diproses lebih lanjut. Kemudian, mengembalikan harta benda atau hak milik warga yang ditelah dirampas atau disita oleh polisi," kata Ifdhal.

Komnas HAM juga mendesak Kepala Polri untuk memberikan instruksi kepada seluruh anggotanya agar mengedepankan tindakan yang humanis dan dialogis dalam pelaksanaan operasi keamanan. Dalam rekomendasi itu disebutkan agar anggota-anggota Polri tersebut diberi pelatihan secara berkala mengenai persoalan tersebut.

"Semua temuan dan rekomendasi Komnas HAM akan kita sampaikan dalam pertemuan kita dengan Kapolri pada Jumat pekan ini. Dalam pertemuan itu, bisa kami klarifikasi temuan dari Komnas dan juga tim Kapolri," kata Ifdhal.

Selain penanganan insiden di Pelabuhan Sape, Bima, NTB, Polri juga dituding melakukan kekerasan serupa dalam menangani massa di sejumlah tempat lain. Peristiwa bentrok antara aparat keamanan dan warga di Pelabuhan Sape, Sabtu (24/12/2011), diawali dengan unjuk rasa yang dilatarbelakangi penerbitan Surat Keputusan Nomor 188/45/357/004/2010. Surat ini berisi pemberian izin ke PT Sumber Mineral Nusantara (PT SMN) untuk mengeksplorasi lahan seluas 24.980 hektar di Bima.

Hal ini memicu kekhawatiran warga. Warga menilai aktivitas pertambangan yang dilakukan PT SMN dapat mengganggu mata pencarian mereka, yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

    Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Nasional
    'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

    "Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

    Nasional
    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com