JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis terdakwa Masyhuri Hasan, mantan pegawai Mahkamah Konstitusi dengan penjara selama satu tahun. Hakim menilai Hasan terbukti memalsukan surat penjelasan keputusan MK.
Putusan itu dibacakan oleh hakim Herdi Agustein ketua majelis hakim di PN Jakpus, Selasa (3/1/2012). "Memerintahkan terdakwa tetap ditahan," kata Herdi.
Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni penjara selama satu tahun enam bulan. Sejak penyidikan di Bareskrim Polri, Hasan telah ditahan sekitar enam bulan.
Hakim menilai, hal yang memberatkan Hasan yakni telah merugikan citra MK sebagai lembaga tinggi negara. Adapun hal yang meringankan yakni berlaku sopan selama persidangan, berterus terang, menyesali perbuatan, dan belum pernah dihukum.
Hakim menjelaskan, awalnya Andi Nurpati selaku komisioner Komisi Pemilihan Umum mengirimkan surat melalui faks ke MK. Surat itu berisi permintaan penjelaskan keputusan MK nomor 84 mengenai sengketa Pemilukada di Sulawesi Selatan I.
Sengketa itu muncul setelah Partai Hanura menggugat perolehan suara partainya di tiga kabupaten di Sulsel I yakni Takalar, Gowa, dan Jeneponto ke MK.
Zainal Arifin Hosein, selaku Ketua Panitera MK lalu membuat konsep surat untuk menjawab permintaan KPU. Menurut hakim, substansi dalam konsep itu berisi penambahan suara untuk Partai Hanura di tiga kabupaten itu.
Padahal, dalam amar putusan MK tak ada kata 'penambahan suara' melainkan 'jumlah suara'. "Zainal sengaja memasukkan kata penambahan. Zainal sebelumnya pernah membaca amar putusan MK yang tidak ada kata penambahan," kata hakim.
Konsep surat itu sempat disimpan di laptop di MK. Hasan lalu meng-copy, menyalin tandatangan Zainal, serta memberi tanggal dan nomor surat ke konsep itu. Hasan kemudian mengirimkan surat itu ke nomor faks yang ada di ruangan Nurpati.
Surat penjelasan itu yang digunakan KPU dalam rapat pleno. Akibatnya, suara Partai Hanura di Sulsel I bertambah sehingga Dewi Yasin Limpo, kader Hanura ditetapkan sebagai Calon Legislatif terpilih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.