Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Marak di Daerah Kaya

Kompas.com - 31/12/2011, 04:55 WIB

Kasus korupsi itu menyeret 40 anggota DPRD Kukar periode 2004-2009 dan 15 orang di antaranya terpilih lagi pada periode 2009-2014. Dari 31 tersangka yang disidik Kejaksaan Tinggi Kaltim, 17 tersangka di antaranya disidangkan di Pengadilan Tipikor Samarinda, sementara 14 tersangka disidangkan di Pengadilan Negeri Tenggarong.

Carolus Tuah, Direktur Kelompok Kerja 30, lembaga yang bergerak di bidang antikorupsi dan kebijakan publik, mengatakan, fakta masih maraknya tindakan korupsi yang dilakukan pejabat daerah menunjukkan adanya krisis kepemimpinan di Kaltim. Tidak ada pemimpin yang mampu menjadi pelopor dalam pemberantasan korupsi dan menunjukkan komitmennya untuk pemerintahan bersih.

Dengan kondisi seperti itu, kata Tuah, celah untuk korupsi dari APBD sangat terbuka lebar, terutama jika melihat besarnya anggaran yang dialokasikan untuk bantuan sosial (bansos) dan hibah. Tidak ada jaminan APBD ini tidak digunakan untuk mendukung kepentingan politik dari pejabat, baik legislatif maupun kepala daerah. Sebagai gambaran, dari total APBD Kaltim 2011 Rp 10 triliun, dana bansos mencapai Rp 905 miliar atau 9 persen dari total anggaran.

Sebelumnya, Awang meminta publik jangan melihat besar dana bansos yang dialokasikan dari APBD, tetapi rincian dana itu.

Ketua DPRD Kaltim Mukmin Faisyal menambahkan, besar dana bansos telah ditetapkan berdasarkan mekanisme di legislatif, baik saat reses maupun kunjungan kerja. ”Silakan saja beranggapan. Tapi yang jelas anggaran ini untuk rakyat,” kata Mukmin.

Padahal, berdasarkan catatan Pokja 30, terdapat beberapa lembaga yang mendapatkan bansos dari Kaltim selama tiga tahun berturut-turut yang seharusnya dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Kerugian ganda

Korupsi di Kaltim menimbulkan kerugian berlipat karena tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga kerusakan lingkungan yang parah di provinsi itu. Kongkalikong pengusaha-politikus-pejabat dalam penerbitan izin usaha perkebunan dan pertambangan membuat rakyat tidak kebagian apa-apa, selain menanggung beban kerusakan lingkungan. Hutan gundul dan lubang-lubang bekas penambangan yang tak direklamasi terlihat menganga di mana-mana.

Salah satu contohnya, penerbitan izin pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit. Program pembangunan perkebunan di provinsi itu ternyata dimanfaatkan pengusaha hitam, bekerja sama dengan penguasa korup untuk mengeduk untung.

Mereka mengajukan izin pembangunan perkebunan, tetapi sebenarnya hanya mengincar kayu hingga muncul perkebunan sawit fiktif. Setelah menguras kayu dan menggunduli hutan, sawit tak kunjung ditanam. Ratusan ribu hingga jutaan hektar hutan pun hancur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com