Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Marak di Daerah Kaya

Kompas.com - 31/12/2011, 04:55 WIB

OLEH HARRY SUSILO, LUKAS AP, dan PRASETYO EP

Kalimantan Timur yang memiliki kekayaan alam begitu melimpah justru menggambarkan sebuah ironi. Kemiskinan masih membelit sebagian besar warga yang hidup di pedalaman, sementara praktik korupsi dari para pejabatnya begitu subur. 

Wilayah seluas 20,865 juta hektar ini memiliki hutan, minyak dan gas, serta tambang batubara dengan kontribusi 70 persen dari produksi nasional. Sebagai gambaran, pada 2010 Kaltim menyumbang Rp 320 triliun untuk pendapatan regional domestik bruto nasional meskipun yang dikembalikan ke daerah hanya Rp 17 triliun.

Kekayaan yang didulang Kaltim itu belum bisa menyejahterakan 3,5 juta penduduknya. Jika menyusuri daerah perbatasan dan pedalaman Kaltim, penduduk masih terjerat kemiskinan.

Eksploitasi masif sumber daya alam dalam beberapa tahun terakhir tidak mengurangi jumlah warga miskin, bahkan justru bertambah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kaltim, angka kemiskinan justru meningkat, dari 239.220 jiwa pada 2009 menjadi 243.000 pada 2010. Banyaknya proyek infrastruktur baru dan izin-izin untuk eksploitasi sumber daya alam dapat menjadi celah bagi pejabat daerah untuk memperkaya diri sendiri ataupun melanggengkan kekuasaannya.

Faktanya, banyak pejabat daerah di Kaltim yang terbukti korup. Sebut saja mereka yang sudah dipenjara adalah Syaukani Hasan Rais saat menjabat Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) dan Gubernur Kaltim Suwarna AF (1998-2006).

Sementara yang sudah masuk dalam proses persidangan adalah mantan Bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad dan mantan Wali Kota Bontang Andi Sofyan Hasdam. Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak (sejak 2008) dan Bupati Bulungan Budiman Arifin juga telah ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan korupsi.

Syaukani yang terbukti melakukan empat perbuatan korupsi telah memperkaya diri sendiri sekitar Rp 50,843 miliar dan merugikan negara Rp 103,25 miliar. Ayah Rita Widyasari, Bupati Kukar sekarang, ini kemudian dihukum enam tahun penjara, tetapi dibebaskan saat menjalani tiga tahun hukuman karena menerima pengampunan (grasi) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Awang ditetapkan sebagai tersangka karena dugaan korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 576 miliar. Korupsi yang dituduhkan kepada Awang saat menjabat sebagai Bupati Kutai Timur ini adalah kasus divestasi PT Kutai Timur Energy tahun 2008.

Tak hanya pejabat daerah, anggota legislatif pun marak tersangkut perkara korupsi. Kasus yang masih hangat adalah dibebaskannya 15 anggota DPRD Kukar nonaktif oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda dalam kasus penyelewengan dana tunjangan operasional DPRD Kukar 2005 dengan kerugian negara Rp 2,98 miliar.

Kasus korupsi itu menyeret 40 anggota DPRD Kukar periode 2004-2009 dan 15 orang di antaranya terpilih lagi pada periode 2009-2014. Dari 31 tersangka yang disidik Kejaksaan Tinggi Kaltim, 17 tersangka di antaranya disidangkan di Pengadilan Tipikor Samarinda, sementara 14 tersangka disidangkan di Pengadilan Negeri Tenggarong.

Carolus Tuah, Direktur Kelompok Kerja 30, lembaga yang bergerak di bidang antikorupsi dan kebijakan publik, mengatakan, fakta masih maraknya tindakan korupsi yang dilakukan pejabat daerah menunjukkan adanya krisis kepemimpinan di Kaltim. Tidak ada pemimpin yang mampu menjadi pelopor dalam pemberantasan korupsi dan menunjukkan komitmennya untuk pemerintahan bersih.

Dengan kondisi seperti itu, kata Tuah, celah untuk korupsi dari APBD sangat terbuka lebar, terutama jika melihat besarnya anggaran yang dialokasikan untuk bantuan sosial (bansos) dan hibah. Tidak ada jaminan APBD ini tidak digunakan untuk mendukung kepentingan politik dari pejabat, baik legislatif maupun kepala daerah. Sebagai gambaran, dari total APBD Kaltim 2011 Rp 10 triliun, dana bansos mencapai Rp 905 miliar atau 9 persen dari total anggaran.

Sebelumnya, Awang meminta publik jangan melihat besar dana bansos yang dialokasikan dari APBD, tetapi rincian dana itu.

Ketua DPRD Kaltim Mukmin Faisyal menambahkan, besar dana bansos telah ditetapkan berdasarkan mekanisme di legislatif, baik saat reses maupun kunjungan kerja. ”Silakan saja beranggapan. Tapi yang jelas anggaran ini untuk rakyat,” kata Mukmin.

Padahal, berdasarkan catatan Pokja 30, terdapat beberapa lembaga yang mendapatkan bansos dari Kaltim selama tiga tahun berturut-turut yang seharusnya dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Kerugian ganda

Korupsi di Kaltim menimbulkan kerugian berlipat karena tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga kerusakan lingkungan yang parah di provinsi itu. Kongkalikong pengusaha-politikus-pejabat dalam penerbitan izin usaha perkebunan dan pertambangan membuat rakyat tidak kebagian apa-apa, selain menanggung beban kerusakan lingkungan. Hutan gundul dan lubang-lubang bekas penambangan yang tak direklamasi terlihat menganga di mana-mana.

Salah satu contohnya, penerbitan izin pembukaan lahan hutan untuk perkebunan sawit. Program pembangunan perkebunan di provinsi itu ternyata dimanfaatkan pengusaha hitam, bekerja sama dengan penguasa korup untuk mengeduk untung.

Mereka mengajukan izin pembangunan perkebunan, tetapi sebenarnya hanya mengincar kayu hingga muncul perkebunan sawit fiktif. Setelah menguras kayu dan menggunduli hutan, sawit tak kunjung ditanam. Ratusan ribu hingga jutaan hektar hutan pun hancur.

Pada 2006-2007, Suwarna AF bersama sejumlah pejabat Kaltim dan pengusaha bernama Martias dari PT Surya Dumai Group diadili dalam kasus perkebunan sawit di Kaltim. Suwarna dan Martias divonis bersalah di pengadilan tindak pidana korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 18 bulan.

Selain perkebunan, sektor pertambangan juga sangat rawan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kajiannya di sejumlah provinsi, termasuk Kaltim, menemukan setidaknya 4.000 tambang bermasalah.

Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim 2011, terdapat 789 izin usaha pertambangan dan 33 perjanjian karya pengusahaan tambang batubara yang diterbitkan di Kaltim dengan luas 5,2 juta hektar. Luas kawasan pertambangan itu bertambah dibandingkan tahun 2009 yang hanya 4,4 juta hektar dengan 1.217 izin usaha pertambangan (IUP) yang diterbitkan di provinsi itu.

Masifnya aktivitas pertambangan ini tidak terlepas dari begitu leluasanya kepala daerah menerbitkan izin usaha pertambangan yang biasanya tak terlepas dari adanya kongkalikong dengan pengusaha. ”Izin itu biasanya banyak yang dikeluarkan setelah pilkada atau saat menjelang pilkada. Sebab, uang tunai yang paling cepat didapat adalah dengan mengobral izin usaha pertambangan,” ucap Kahar.

Berdasarkan penelitian Jatam, untuk mendapatkan satu IUP dengan luasan tertentu, pengusaha perlu memberikan ”pelicin” sekitar Rp 2 miliar-Rp 5 miliar. ”Ini yang menyebabkan banyaknya konflik dengan warga karena tambang yang ada merusak lingkungan,” kata Kahar.

Indonesia Corruption Watch dalam kajian soal tren korupsi semester II-2010 menyebutkan, potensi kerugian negara dari korupsi sektor tambang ini menempati posisi tertinggi. Dengan hanya satu kasus di Kaltim, kerugian mencapai Rp 576 miliar. Hingga 2010, korupsi di Kaltim yang ditangani KPK sebanyak 11 kasus. Jumlah surat pengaduan masyarakat ke KPK hingga 2010 mencapai 1.382 pengaduan.

ICW bahkan mencatat, potensi kerugian negara yang paling besar di Indonesia ditimbulkan oleh kasus-kasus korupsi yang terjadi di wilayah Kaltim, yakni mencapai Rp 601 miliar pada 2010, lebih tinggi dari pemerintah pusat yang Rp 200 miliar, Sumatera Utara Rp 179 miliar, dan Riau Rp 128 miliar. ”Kalau dilihat dari penanganan kasus, Kaltim ini bisa jadi provinsi terkorup,” ucap Tuah.

Menurut pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Saiful Bachtiar, korupsi yang menjerat kepala daerah tak terlepas dari lemahnya penegakan hukum di Kaltim, kontrol masyarakat, dan perilaku koruptif pejabat yang gelap mata karena peluang korupsi di daerah kaya seperti Kaltim begitu terbuka.

Selain itu, kata Saiful, kesadaran masyarakat Kaltim untuk memilih calon kepala daerah dan anggota legislatif yang bersih belum terbentuk karena kurangnya pendidikan politik.

Senin: Pemekaran Provinsi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com