JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi akan menyiapkan second opinion atau pendapat pembanding terkait penyakit Nunun Nurbaeti, tersangka kasus dugaan suap cek pelawat.
Selama ini, dokter pribadi Nunun, Andreas Harry mengklaim bahwa kliennya itu menderita sakit lupa berat. "Kita akan adakan pemeriksaan kesehatan terkait sakitnya Nunun, (second opinion) terhadap surat keterangan dokter yang beredar selama ini," ujar Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto melalui pesan singkat, Senin (12/12/2011).
Bibit juga mengatakan, KPK tidak akan memberlakukan Nunun secara istimewa. Istri mantan Wakil Kepala Polri, Komjen (Purn) Adang Darajatun itu akan diperiksa layaknya tersangka kasus lainnya.
Siang ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan Nunun sebagai tersangka. Kuasa hukum Nunun, Ina Rahman meminta agar penyidik KPK memerhatikan kondisi kesehatan kliennya. "Kami hanya meminta supaya suasana tidak serius, dibuat lebih rileks," kata Ina.
Meskipun demikian, Ina belum dapat memastikan apakah Nunun akan memenuhi panggilan pemeriksaan KPK hari ini atau tidak. "Sabtu (10/12/2011) kemarin, ketika cek kondisi kesehatan Ibu Nunun lumayan baik, tekanan darahnya 150/110. Tapi, kan tidak tahu walaupun di luar tampak baik, belum tentu di dalam," ujar Ina.
Nunun tertangkap di Bangkok, Thailand (7/12/2011) setelah delapan bulan buron. Sabtu (10/12/2011) dia dipulangkan ke tanah air dan menjalani pemeriksaan administratif dan kesehatan di KPK.
Kini, Nunun mendekam di rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Dia ditahan sebagai tersangka kasus suap kepada lebih dari 24 anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004.
Pada 2004, Nunun diduga membagikan cek perjalanan kepada anggota DPR untuk memuluskan pemenangan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Miranda, beberapa kali diperiksa KPK terkait kasus ini. Sebelum penangkapan Nunun, para anggota dewan yang menerima cek perjalanan telah disidang dan divonis. Beberapa di antaranya ada yang sudah menyelesaikan masa kurungannya. Namun, pemberi suap dan sumber dana dalam kasus ini belum terkuak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.