Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Polri Jangan Tebang Pilih!

Kompas.com - 05/12/2011, 17:34 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menyatakan kepolisian jangan tebang pilih dalam menyelesaikan berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Tanah Papua. Pasalnya, beberapa kasus kematian tak wajar dari sejumlah orang Papua, menurutnya sangat lamban diusut Polri, sedangkan untuk kasus yang mengorbankan anggota kepolisian dengan cepat diselesaikan. Hal ini disampaikan Haris usai menemui Wakil Kepala Polisi RI, Komisaris Jenderal Nanan Soekarna dalam audiensi dengan penggiat HAM di Gedung Rupatama, Markas Besar Polri.

Pernyataan ini, kata Haris, juga menjadi masukan para aktivis tersebut untuk Polri dalam pertemuan tadi. "Polri harus profesional jangan tebang pilih. Kalau kita lihat jika korbannya rakyat kecil itu dua sampai tiga tahun baru selesai. Tapi jika anggotanya (polisi) yang kena cepat penyelesaiannya," ujar Haris di Jakarta, Senin (5/11/2011).

Menurut Haris, telah banyak temuan baik dari Komnas HAM maupun korban yang mengadukan pada KontraS terkait kekerasan di Papua. Namun, itu tak cukup untuk menjerat para pelaku kekerasan dari institusi Polri. "Banyak kita ketemu korbannya, itu bukti. Korban kan juga bagian dari saksi dan alat bukti. Bahwa polisi dan TNI itu berdasarkan temuan kita telah melakukan kekerasan, meskipun mereka juga jadi korban kekerasan," terang Haris.

Beberapa kasus kekerasan di Papua, harusnya bisa membuat pemerintah membuka mata. Polisi dan warga Papua, kata Haris, sama-sama telah menjadi korban dalam konflik tersebut. Ia menyatakan sangatlah keliru solusi dari pemerintah yang menurunkan kekuatan militer di Papua, karena hal tersebut tidak membantu meredam panasnya situasi Bumi Cendrawasih. "Polisi menjadi korban, tentara juga jadi korban, masyarakat juga jadi korban. Artinya saya mau bilang, kalau dilihat rata-rata semua korban itu, mereka adalah masyarakat bawah," jelasnya.

"Kita kan sudah berulang-ulang sampaikan di Papua jangan ada sekuritisasi. Di Papua itu harus ada dialog. Cuma tidak pernah direspon," tegas Haris.

Para penggiat HAM ini meminta polisi bertugas di Papua sesuai dengan standar prosedur. Sedangkan,pemerintah kembali menilik apa yang perlu dibahas secara menyeluruh terkait konflik di Papua. "Bukan karena persoalan di polisi saja ini tapi juga di politik kita yang memang tidak pernah mau tegas. Kekerasan masih ada dan korban masih berjatuhan berarti ada persoalan serius yang tidak di sentuh," pungkas Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com