Apabila diletakkan dalam upaya menelusuri rekam jejak calon pimpinan KPK, adanya formulir kedaluwarsa surat kuasa laporan harta kekayaan sulit untuk disebut sebuah temuan besar dan penting. Apalagi, jika diletakkan dalam konteks kewajiban untuk melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara sebagaimana diatur UU No 28/1999. Pasal 17 Ayat (3) UU No 28/1999 menyatakan, kewajiban melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara dilakukan sebelum, selama, dan setelah menjabat.
Merujuk argumentasi tersebut, soal formulir tidak menjadi masalah krusial. Yang jauh lebih mendasar: apakah jumlah harta kekayaan yang ditulis dalam formulir benar atau tidak. Dalam pengertian itu, laporan harta kekayaan yang disampaikan lebih banyak dimaksudkan untuk menilai kejujuran dalam menyampaikan jumlah harta kekayaan. Apalagi, syarat untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK dalam Pasal 29 Angka 11 UU No 30/2002 hanya menyatakan, ”mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Melihat perkembangan setelah nama-nama hasil Panitia Seleksi disampaikan Presiden ke DPR, banyak pihak yakin seleksi kali ini tak akan jauh beda dengan proses-proses sebelumnya. Yang dirasakan publik, sebagian anggota Komisi III tetap mengutamakan pertimbangan kepentingan jangka pendek dalam memilih pimpinan KPK. Salah satu pertimbangan yang potensial mengancam masa depan KPK adalah ketakutan memilih figur bersih yang memiliki keberanian menghadapi tekanan politik. Bahkan, bisa jadi anggota Komisi III yang berasal dari advokat memiliki ”perhitungan sendiri” pula dalam menentukan pilihan.
Di tengah lautan kepentingan yang mengitari anggota Komisi III, cara pikir pragmatis berpotensi ”membunuh” figur bersih dan berani. Padahal, kesalahan memilih calon pimpinan akan membuat KPK menjadi mandul dan sulit menjamah beberapa megaskandal yang upaya penyelesaiannya masih menggantung di KPK. Karena itu, di tengah tarik-menarik lautan kepentingan yang ada, anggota Komisi III yang masih menginginkan KPK menjadi lembaga extraordinary dalam desain pemberantasan korupsi harus melakukan perlawanan terbuka.
Salah satu cara paling mungkin diupayakan, dengan melakukan debat terbuka di dalam Komisi III sebelum menentukan pilihan. Debat itu diperlukan untuk mengetahui pandangan mereka atas semua calon. Setidaknya, dengan debat terbuka itu, dapat dilacak kecenderungan anggota Komisi III. Apabila itu dilakukan, pilihan subyektif demi kepentingan jangka pendek kemungkinan dapat diminimalisasi. Yakinlah, sekiranya tak ada terobosan cerdas untuk memangkas kepentingan politik yang ada, kita sebetulnya sedang menunggu kematian KPK. Kini, di hadapan kita, proses uji kelayakan dan kepatutan sedang menyediakan keranda mayat untuk KPK.