Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Mengubah Tabiat Jaksa

Kompas.com - 23/11/2011, 13:06 WIB
M Fajar Marta

Penulis

oleh M Fajar Marta

Awal November 2011, pegawai kejaksaan Republik Indonesia yang terdiri dari jaksa dan pegawai tata usaha yang total jumlahnya mencapai 21.000 orang di seluruh Indonesia, bersuka cita karena mendapat rezeki berlipat-lipat.

Remunerasi atau tunjangan kinerja yang telah ditunggu-tunggu sejak awal tahun akhirnya cair. Rezeki yang diterima pegawai kejaksaan berlipat-lipat karena uang remunerasi selama sembilan bulan sejak Januari 2011 diberikan secara rapel.

Pendek kata, pegawai-pegawai kejaksaan pada bulan ini bisa dikatakan kelebihan duit. Total uang remunerasi yang digelontorkan Kementerian Keuangan untuk kejaksaan selama sembilan bulan pertama 2011 mencapai Rp 609,5 miliar. Remunerasi yang diterima pegawai kejaksaan berbeda-beda tergantung kelasnya (grade).

Pegawai kejaksaan dibagi dalam 18 grade, dengan grade terkecil mendapat remunerasi Rp 1,6 juta per bulan, dan grade terbesar mencapai Rp 25 juta per bulan. Grade jaksa dan pegawai tata usaha berbeda. Begitu pula grade antara jaksa yang bertugas di pembinaan dengan jaksa operasional di bidang pidana khusus.

Sebagai gambaran, seorang kepala biro memiliki grade 13 dengan nilai remunerasi sekitar Rp 6 juta per bulan. Artinya, seorang kepala biro akan menerima rapelan remunerasi sebesar Rp 45 juta pada awal November 2011.

Pendapatan ini belum menghitung gaji pokok dan tunjangan yang juga diterimanya pada bulan tersebut. Remunerasi terbesar tentu saja diterima Wakil Jaksa Agung sebagai pegawai negeri sipil dengan grade tertinggi di Kejaksaan. Jaksa Agung bukan lagi PNS karena merupakan jabatan politis yang selevel dengan menteri.

"Harapan kami tentu saja remunerasi akan menjadi cambuk bagi seluruh warga kejaksaan untuk mengoptimalkan kinerjanya termasuk peningkatan disiplin. Selain itu harapan kita tentu dapat menekan seminimal mungkin terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat Kejaksaan mengingat salah satu faktor terjadinya penyimpangan adalah karena masih minimnya tingkat kesejahteraan pegawai," ujar Wakil Jaksa Agung Darmono beberapa waktu lalu.

Masyarakat pun berharap, setelah mendapat remunerasi, tidak ada lagi jaksa yang memeras, menerima suap atau menjadikan tersangka sebagai mesin 'ATM'. Kasus menyimpang yang dilakukan Jaksa Urip Tri Gunawan, jaksa Cirus Sinaga, dan jaksa Dwi Seno Widjanarko biarlah menjadi masa lalu yang tidak akan terulang setelah adanya remunerasi.

Pemberian remunerasi dan kaitannya dengan perbaikan metal dan tabiat jaksa kembali didengungkan Jaksa Agung Basrief Arief pada rapat kerja tahunan kejaksaan di kawasan Puncak, Bogor dua minggu lalu. Jaksa Agung meminta para pimpinan jaksa di daerah meningkatkan peran dan fungsinya melakukan pengawasan baik fungsional maupun pegawasan melekat (waskat).

Para pimpinan kejaksaan negeri juga dituntut melakukan pengawasn langsung terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban serta bertanggung jawab apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan jajarannya. Tak lupa, Basrief menegaskan, akan mengambil tindakan tegas terhadap setiap pegawai baik jaksa maupun tata usaha apabila masih terjadi penyalahgunaan wewenang dan perbuatan lainnya.

Nah, belum lagi bulan berganti sejak rapel remunerasi diterima yang membuat pegawai kejaksaan kelebihan uang serta masih terngiangnya ancaman Jaksa Agung untuk menindak tegas jaksa yang menyimpang, tiba-tiba Sistoyo, Kepala Sub Bagian Pembinaan Kejaksaan Negeri Cibinong ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (21/11) petang karena diduga menerima suap sebesar Rp 100 juta. Lebih ironis lagi, ia ditangkap di rumah sendiri tepatnya di halaman parker Kejari Cibinong yang seharusnya steril dari praktik menyimpang. "Kami sangat prihatin atas kejadian yang telah mencoreng institusi kejaksaan, di saat kita sedang meaksimal membangun kepercayaan public," kata Jaksa Agung Basrief.

Tentu muncul pertanyaan di benak masyarakat, apa gunanya uang rakyat yang digelontorkan dalam bentuk remunerasi untuk kejaksaan, sementara tabiat jaksa tak juga berubah?

Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo pun menyimpulkan gaji berapapun yang diberikan tidak akan mendorong menghentikan perilaku korup. "Ini soal tabit dan soal kurangnya pembinaan, pengawasan yang lemah, dan lingkungan yang buruk di mana jaksa itu berada," katanya.

Karena itu, agar peristiwa ini tidak berulang di kemudian hari, Bambang mendesak ke depannya agar pembinaan, sanksi serta pengawasan harus dilakukan lebih keras lagi untuk menciptakan efek jera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com