Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyuap Pejabat, Dharnawati Terancam Penjara Lima Tahun

Kompas.com - 16/11/2011, 14:22 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dharnawati, kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Dakwaan atas Dharnawati dibacakan secara bergantian oleh jaksa Dwi Aries, Malino Pranduk, dan Afni Carolina secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (16/11/2011).

Pejabat yang disebut menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Dharnawati itu adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Dirjen P2KT), Jamaluddien Malik, Sekretaris Dirjen pada Ditjen P2KT, I Nyoman Suisnaya, dan Kepala Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan pada Ditjen P2KT, Dadong Irbarelawan. Dua dari empat pejabat, yakni Nyoman dan Dadong juga menjadi terdakwa kasus ini.

"Memberi sesuatu berupa uang senilai Rp 2.001.384.328 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Abdul Muhaimin Iskandar, Jamaluddien Malik, I Nyoman Suisnaya, Dadong Irbarelawan karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya atau tidak dilakukan dalam jabatannya," kata Jaksa Dwi Aries.

Dharnawati didakwa dengan dakwaan alternatif. Pertama, mengacu pada Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, Pasal 13 dalam undang-undang yang sama. Ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara. 

Lebih jauh, jasa Dwi Aries menguraikan, uang Rp 2 miliar diberikan Dharnawati kepada empat pejabat itu sebagai imbalan karena telah mengupayakan empat kabupaten di Papua yakni Manokwari, Teluk Wondama, Mimika, dan Keerom, masuk dalam daftar daerah penerima dana PPID.

"Sehingga terdakwa (Dharnawati) dengan meminjam bendera PT Alam Jaya Papua dapat mengerjakan proyek di keempat kabupaten tersebut," kata Dwi.

Pada Juni 2011, Dharnawati berkenalan dengan Nyoman dan Dadong melalui bantuan Dhany Nawawi (yang mengaku staf khusus Presiden). Saat berkenalan, wanita itu menyatakan keinginannya untuk mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur transmigrasi tersebut.

"Atas permintaan terdakwa (Dharnawati), Dadong meminta terdakwa mengusulkan daerah mana yang diinginkan dan I Nyoman meminta terdakwa melakukan pendekatan dengan pihak dinas di Kabupaten," lanjut jaksa Dwi.

Dharnawati lantas diminta membayar commitment fee 10 persen dari nilai proyek di empat kabupaten senilai Rp 73 miliar. "Sebesar lima persen diserahkan saat pengusulan ABPN-Perubahan 2011 dan sebesar 5 persen setelah peraturan Menteri Keuangan Keluar," sambung Dwi.

Pemberian fee berlangsung di kantor Kemennakertrans, Kalibata, Jakarta Selatan, pada 24 Agustus lalu. Saat itu, fee yang dicairkan menjadi uang tunai baru Rp 1,5 miliar. Uang disimpan dalam kardus durian dan diambil oleh staf Kemennakertrans, Dadan Mulyana dari mobil Dharnawati.

Sesaat setelah transaksi itu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Dharnawati, Dadong, dan Nyoman secara terpisah. Dharnawati tampak menitikkan air mata saat mendengarkan surat dakwaan atas dirinya itu dibacakan. Menanggapi dakwaan tersebut, Dharna dan kuasa hukum akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) yang akan dibacakan Rabu (23/11/2011) pekan depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Anies Mengaku Ingin Rehat Setelah Rangkaian Pilpres Selesai

Nasional
Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran Ibarat Pisau Bermata Dua

Koalisi Gemuk Prabowo-Gibran Ibarat Pisau Bermata Dua

Nasional
Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com