Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Dana Freeport, BPK Masih Kumpulkan Data

Kompas.com - 09/11/2011, 13:14 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan belum dapat menyimpulkan apakah pemberian dana dari PT Freeport Indonesia ke Polri dan Tentara Nasional Indonesia termasuk gratifikasi atau tidak.

Ketua BPK Hadi Purnomo mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan data-data terkait persoalan tersebut. "Belum (disimpulkan). Nanti kita kumpulkan dulu data-datanya," ujar Hadi kepada wartawan seusai menghadiri acara pelantikan hakim agung di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (9/11/2011).

Sebelumnya, pemberian dana Freeport ke Polri dinilai menyalahi ketentuan undang-undang. Bahkan, PT Freeport telah diadukan kepada Departemen Kehakiman Amerika Serikat oleh serikat pekerja baja negara tersebut terkait pemberian uang kepada Polri karena diduga menyalahi ketentuan dalam Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) negara tersebut.

Menurut Hadi, untuk mengetahui apakah pemberian dana tersebut menyalahi Undang-Undang harus melalui audit terlebih dahulu. Hadi mengaku sampai saat ini belum mendapat laporan hasil tersebut dari tim audit BPK.

"Jadi datanya dikumpulkan dulu, lalu tim akan mengaudit, tahapannya seperti itu. Saya kan baru pulang dari Palu, jadi belum sampai ke saya hasilnya. Kita tunggu saja," kata Hadi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana di Jakarta, Sabtu (5/11/2011), mengungkapkan, apa yang dilakukan Freeport dengan memberi dana kepada Polri bisa dianggap sebagai pelanggaran ketentuan dalam FCPA.

"Menurut ketentuan FCPA, pejabat suatu negara yang sudah bergaji dari negara yang bersangkutan tidak boleh menerima tambahan (penghasilan) langsung dari perusahaan AS," katanya.

Karena ketentuan inilah, Serikat Pekerja Baja AS (United Steelworkers) mengadukan Freeport ke Departemen Kehakiman AS. Serikat Pekerja Baja AS mengadukan Freeport atas pernyataan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di berbagai media di Indonesia yang mengakui bahwa institusi yang dia pimpin menerima dana dari Freeport.

Menurut Hikmahanto, aparat atau pejabat negara yang bekerja untuk rakyat seharusnya dibayar oleh uang rakyat melalui negara, bukan oleh perusahaan swasta seperti Freeport.

"Kalau uang itu langsung ke aparat atau pejabat, maka Polri atau TNI menjadi satpam atau tentara bayaran," kata Hikmahanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com