Jakarta, Kompas -
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ridha Saleh mengatakan hal itu di Jakarta, Jumat (4/11). ”Komnas HAM juga merekomendasikan dan mendesak Presiden mengevaluasi secara menyeluruh kinerja institusi dan aparat keamanan serta penempatan pasukan yang tersebar di wilayah Papua dan Papua Barat,” kata Ridha. Komnas HAM menilai terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa Kongres Rakyat Papua III.
Menurut Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, pemerintah harus membuat terobosan, dan jalan keluar yang terbaik adalah menggelar dialog yang melibatkan semua pemangku kepentingan di Papua. ”Ketidakpastian masa depan Papua ini hanya bisa diatasi dengan langkah politik yang sungguh-sungguh oleh kepemimpinan nasional,” katanya.
Terkait pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B), Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyatakan, Presiden harus segera melantik Kepala UP4B Bambang Dharmono agar lembaga ini segera bekerja.
Di Jayapura, Papua, Ketua II Dewan Adat Papua Sayid Fadhal Alhamid berharap dialog yang dilakukan harus jujur dan bermartabat. Ia menilai, komunikasi konstruktif yang dicetuskan pemerintah pusat tidak akan menyelesaikan persoalan di Papua.
”Syarat dialog yang jujur dan bermartabat di antaranya kedua belah pihak duduk dalam posisi setara, dilaksanakan di tempat yang netral, difasilitasi pihak ketiga yang netral, dan dilaksanakan tanpa syarat. Pemerintah harus menyelesaikan masalah mulai dari akar persoalan, yakni status politik Papua,” ujarnya.
Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik Dewi Fortuna Anwar mengatakan, pemerintah menggulirkan pendekatan baru yang lebih mengedepankan pelibatan elemen masyarakat dalam menyelesaikan masalah Papua. Fokus penanganan tidak hanya pada peningkatan sosial ekonomi, tetapi juga memajukan sosial politik dan budaya.
”Pendekatan sosial politik dan budaya antara lain dengan kebijakan perlakuan khusus (