Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tuntut Nazaruddin dengan UU Pencucian Uang

Kompas.com - 01/11/2011, 01:52 WIB

Jakarta, Kompas - Selain menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi kemungkinan besar juga akan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menuntut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam kasus dugaan korupsi wisma atlet SEA Games. Komisi Pemberantasan Korupsi berencana melimpahkan kasus ini pada awal November ke pengadilan.

Dengan menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), KPK bisa menjerat siapa pun yang menerima aliran uang hasil korupsi Nazaruddin. Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah mengakui, ada sedikit komplikasi hukum jika KPK menggunakan UU TPPU terkait kewenangan penuntutan. Undang-undang ini mengatur KPK berhak menyidik tindak pidana pencucian uang, tetapi kewenangan penuntutannya tak diatur secara tegas.

”Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III, DPR menyatakan kewenangan itu (penuntutan) sudah given dalam UU TPPU. Kami juga nanti akan meminta dukungan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan),” kata Chandra di Bandung, Minggu (30/10).

Pasal 5 Ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU menyebutkan, setiap orang yang menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi atau penyuapan bisa dipidana penjara lima tahun dan denda Rp 1 miliar.

Chandra mengatakan, KPK telah mengantongi sejumlah nama yang mendapatkan aliran dana dari Nazaruddin. Aliran dana ini sudah terkonfirmasi dari laporan hasil analisis (LHA) PPATK ataupun pengakuan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis.

Secara terpisah, Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, PPATK telah menyerahkan 18 LHA terkait kasus suap wisma atlet. Dia mengatakan, KPK tidak perlu gamang menggunakan UU TPPU dalam kasus ini.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah mengatakan, UU TPPU bisa membantu KPK membongkar skandal wisma atlet hingga penikmat dana hasil korupsi yang diperkirakan tidak tersentuh jika hanya menggunakan pendekatan konvensional.

Sementara itu, terpidana kasus korupsi Agus Condro menagih janji KPK untuk menghadirkan Nunun Nurbaeti, tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Nunun, istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun, kini masih menjadi buronan Interpol atas permintaan KPK.

Agus, yang didampingi kuasa hukumnya, Firman Wijaya, mengatakan, Nunun adalah kunci untuk membongkar tuntas kasus suap kepada anggota DPR itu. ”Saya sudah 9 bulan menjalani hukuman, sudah bebas bersyarat, kok, Bu Nunun belum ada kabar beritanya,” ujarnya. (bil/ray)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com