Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat ESDM Terancam 20 Tahun Penjara

Kompas.com - 26/10/2011, 16:41 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Sanjaya, didakwa memperkaya diri sendiri dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM tahun anggaran 2009.

Pembacaan dakwaan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/10/2011). Oleh jaksa penuntut umum, Ridwan dan atasannya, Jacobus Purwono, didakwa telah merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, memperkaya terdakwa (Ridwan) Rp 14,6 miliar dan Jacobus Purwono sebesar Rp 1 miliar," kata jaksa A Roni.

Jacobus adalah Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi ESDM. Dia turut menjadi tersangka dalam kasus ini. Bersama-sama dengan Jacobus, kata jaksa, Ridwan mengarahkan panitia pengadaan untuk memenangkan rekanan tertentu dengan cara mengubah hasil evaluasi teknis dalam pelaksanaan pengadaan dan pemasangan SHS. Hal ini mengakibatkan sejumlah perusahaan mendapat keuntungan, sementara negara merugi Rp 131,2 miliar.

Perbuatan Ridwan dan Jacobus tersebut bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomer 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. "Terdakwa juga memperkaya korporasi, yaitu PT Ridho Teknik untuk pekerjaan di NAD (Aceh) Rp 3,8 miliar, PT Somit Karsa Trienergi untuk pekerjaan di Sumatera Utara Rp 4,2 miliar, dan pihak lainnya sehingga merugikan keuangan negara Rp 131,28 miliar," ujar Roni.

Jaksa lantas mendakwa Ridwan melakukan tindak pidana seperti diatur dalam dakwaan primer, Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Adapun Jacobus, hingga kini belum ditahan KPK.

Menanggapi dakwaan atas dirinya, Ridwan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan yang akan dibacakan pada persidangan berikutnya, 7 November.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com