Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Bubarkan KPK

Kompas.com - 24/10/2011, 03:55 WIB

Oleh Frans H Winarta

Keputusan Komite Etik KPK yang menyatakan tidak ada pelanggaran etika dan tindak pidana telah mengecewakan banyak pihak. Ini disebabkan kekecewaan masyarakat atas pertemuan beberapa unsur pimpinan KPK dengan Nazaruddin, sebagaimana dituduhkan Nazaruddin, baik saat dijadikan DPO maupun sesudah kembali ke Tanah Air.

Pemeriksaan pelanggaran etika tak sama dengan pelanggaran hukum. Dalam etika, yang dipersoalkan adalah yang boleh dilakukan dan yang tak boleh dilakukan. Adapun dalam hukum, yang dipersoalkan adalah yang salah dan yang benar. Baru bermaksud atau berniat saja sudah tak boleh menurut etika dan moral, apalagi kalau dilakukan.

Komite Etik KPK sudah bertindak terlalu jauh dengan memeriksa 37 saksi dan memakan waktu begitu lama. Padahal, beberapa unsur pimpinan KPK sudah mengakui secara terbuka telah bertemu dengan Nazaruddin walaupun tak membicarakan perkara. Apalagi selama pemeriksaan Komite Etik, beberapa unsur pimpinan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat defensif dan berpihak. Ini menyebabkan kredibilitas Komite Etik KPK turun dan putusannya sekarang menjadi polemik dan tidak memuaskan masyarakat.

Pembentukan Komisi Analisis dan Advokasi di tengah pemeriksaan pelanggaran etika ini menguatkan pendapat bahwa KPK bersifat defensif dan tak percaya diri lagi atas kemampuannya.

Namun, terlepas dari polemik itu semua, KPK tak perlu dibubarkan. Pembubaran KPK dapat berdampak serius, baik secara nasional maupun internasional. Pemerintah dan Partai Demokrat sebagai partai berkuasa dapat dituduh tak serius memberantas korupsi sebagaimana didengungkan dan diulang berkali-kali dalam dua pemilu terakhir.

Seperti diketahui, Indonesia telah menandatangani United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 dan telah meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebagai negara penanda tangan, Indonesia harus punya UU atau perangkat hukum yang memadai untuk memberantas korupsi. Juga perlu badan khusus dalam memerangi korupsi di dalam negeri.

Sebagai negara penanda tangan UNCAC, Indonesia turut serta dalam program Stolen Asset Recovery (StAR) untuk mengembalikan aset negara yang dibawa lari keluar negeri oleh koruptor dan program Mutual Legal Assistance yang dapat membawa pulang koruptor yang lari keluar negeri. Tentu dengan bekerja sama dengan negara penanda tangan lain secara bilateral dan multilateral.

Permasalahan korupsi sudah bukan merupakan permasalahan (nasional) suatu bangsa saja, melainkan sudah jadi permasalahan internasional. Korupsi sudah memasuki lintas batas negara. Hal ini dinyatakan dalam alinea keempat Mukadimah UNCAC: ”Convinced that corruption is no longer a local matter but a transnational phenomenon that affects all societies and economies, making international cooperation to prevent and control it essential.”

Pembubaran KPK akan berakibat fatal dan Indonesia dianggap tak serius memberantas korupsi. Peringkat kita juga akan tetap dianggap sebagai negara paling koruptif di kawasan Asia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com