Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan ICW Soal Hakim Pengadilan Tipikor Bandung

Kompas.com - 13/10/2011, 13:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Vonis bebas Wali Kota nonaktif Bekasi Mochtar Mohamad di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung dinilai sebagai tamparan keras bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.

Indonesia Corruption Watch mengkritisi integritas hakim-hakim di Pengadilan Tipikor Bandung. "Vonis bebas oleh hakim terhadap terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung ini tidak saja memukul KPK, Kejaksaan, dan MA saja namun secara luas juga berdampak pada melunturkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan Pengadilan Tipikor di daerah," ujar Emerson di Jakarta, Kamis (13/10/2011).

Dalam catatan ICW, beberapa hakim di pengadilan Tipikor Bandung sempat melakukan beberapa keputusan kontroversial terhadap terdakwa tindak pidana korupsi. Pertama, Ketua Majelis Hakim Azharyadi dan Ketua Pengadilan Tipikor Bandung Joko Siswanto tercatat pernah membebaskan terdakwa korupsi Wakil Wali Kota nonaktif Bogor Ahmad Ru'yat.

"Dalam kasus itu, mereka membebaskan Ahmad Ru'yat dalam kasus dana penunjang kegiatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor periode 1999 -2004, senilai lebih dari Rp 6 miliar," kata Emerson.

Sementara, Hakim ad hoc Ramlan Comel, juga pernah tercatat menjadi terdakwa kasus korupsi dana overhead di perusahaan PT Bumi Siak Pusako sebesar 194.496 dolar AS atau setara dengan Rp 1,8 miliar.

Dikatakan Emerson, pada 2005 Comel divonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Pekan Baru. Ia dibebaskan di tingkat Pengadilan Tinggi Riau tahun 2005. Di tingkat kasasi ia juga diputus bebas pada tahun 2006 dengan Putusan Nomor 153K/PID/2006.

"Berdasarkan data yang dimiliki ICW, Ramlan Comel juga merupakan hakim ad hoc yang membebaskan terdakwa korupsi lainnya, Bupati Subang Eep Hidayat. Ia juga diduga tidak memberikan keterangan secara benar terkait pernah menjadi terdakwa korupsi ketika mendaftar sebagai calon hakim ad hoc Pengadilan Tipikor," jelas Emerson.

ICW menilai Mahkah Agung ceroboh saat melakukan proses seleksi calon hakim ad hoc  dan karir. "Memang tidak semua vonis bebas dapat dikatakan bermasalah, namun semua pihak sebaiknya juga tidak boleh menafikan adanya indikasi mafia peradilan dan persoalan integritas hakim-hakim yang mengakibatkan terdakwa kasus korupsi dibebaskan. Ini yang harus diperhatikan secara serius baik bagi MA, KPK, Kejaksaan, maupun Komisi Yudisial," kata Emerson.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung Selasa (11/10/2011) menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa korupsi Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Muhammad. Jaksa penuntut umum KPK menuntut terdakwa dengan 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. 

Mochtar dijerat empat dakwaan yakni suap anggota DPRD Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan RAPBD menjadi APBD 2010, penyalahgunaan anggaran makan minum sebesar Rp 639 juta, suap untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp 500 juta, dan suap kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Hakim yang terdiri dari Ketua Majelis Hakim Azharyadi dengan anggota Hakim Eka Saharta dan hakim ad hoc Ramlan Comel menyatakan semua dakwaan korupsi yang diajukan oleh Jaksa dari KPK tidak terbukti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com