Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tato, Simbol Diri Orang Dayak Iban

Kompas.com - 08/10/2011, 03:39 WIB

Oleh: A Handoko

  Masyarakat subsuku Dayak Iban memiliki tradisi menato tubuh mereka. Selain menjadi ciri khas, tato adalah simbol keberanian masyarakat Iban.  Lihatlah Klaudis Kudi (74), salah seorang generasi tua Dayak Iban, yang hampir sekujur tubuhnya berhiaskan  tato. Dulu, simbol  keberanian. Kini, bermakna kenangan.

  Menato tubuh adalah tradisi nenek moyang kami. Saat perang suku, tato menjadi semacam tanda pengenal,î kata Kudi. Ia adalah  tetua adat Dayak Iban di Kampung Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

   Selain Kudi, di Sungai Utik ada Antonius Kidau (73) dan Bandi (81) yang memiliki tato hampir di seluruh tubuhnya. Kudi dan Kidau menato tubuhnya saat sama-sama merantau ke beberapa tempat di Sarawak mulai sekitar tahun 1970. Bandi juga menato tubuhnya saat merantau ke Miri, Sarawak, tahun 1959.

   Kidau mengatakan, dulu tato dibuat menggunakan alat sederhana, yakni jarum-jarum yang disatukan. îGoresan bergaris hanya perlu satu jarum, tetapi untuk gambar yang memiliki bidang luas perlu sedikitnya  12 jarum yang disatukan dan ujungnya dibatasi dengan  benang,î katanya.

  Batas benang itu dipakai untuk membatasi seberapa dalam jarum akan masuk ke kulit. Jarum-jarum yang sudah dicelupkan ke pewarna akan dipukul- pukulkan perlahan ke bidang kulit yang hendak ditato.

   "Kami masih menggunakan pewarna tato yang dibuat dari jelaga lampu minyak yang dicampur dengan air tebu", kata Kidau. Untuk membuat tato, mereka perlu mengumpulkan jelaga yang sengaja mereka buat dengan menaruh seng di atas lampu minyak. Jelaga akan terkumpul di seng yang langsung terkena api dari lampu minyak.

   Air tebu bercampur jelaga masih harus dikeringkan selama beberapa hari hingga menjadi kristal. Kristal hitam itu kemudian dicairkan lagi saat hendak dipakai. Luka yang dihasilkan dari jarum-jarum itu akan menjadi koreng dan ketika koreng sudah sembuh tertinggallah warna hitam sesuai pola yang digambar saat menato.

   "Pertama kali ditato, badan demam selama beberapa hari. Setelah itu, setiap kali ditato masih tetap terasa sakit, tetapi tidak demam lagi. Yang paling sakit adalah tato di rusuk dan leher karena kulitnya tipis dan terasa sampai ke tulang. Tato penuh satu badan ini tidak dibuat dalam sekali menato, tetapi belasan kali," ujar  Kudi menunjukkan tato di tubuhnya.

   Tato juga umumnya dimiliki oleh para lelaki Iban saat ini, tetapi tidak sebanyak yang dimiliki oleh generasi tuanya. Kepala Desa Batu Lintang Raymundus Remang (46) mengatakan, menato tubuh juga memerlukan nyali karena dulu alat tato masih tradisional. "Generasi setelah saya ada juga yang masih punya tato, tetapi sudah menggunakan mesin sehingga tidak sesakit menggunakan tato tradisional," kata Remang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com