JAKARTA, KOMPAS.com - Selain menghasilkan rekomendasi untuk internal Komisi Pemberantasan Korupsi, Komite Etik KPK juga menyampaikan rekomendasinya untuk Dewan Perwakilan Rakyat.
Wakil Ketua Komite Etik Said Zainal Abidin mengungkapkan, rekomendasi untuk DPR itu hanya berupa saran yang tidak dipaksakan pelaksanaannya. "Itu namanya saran, boleh diterima boleh tidak," kata Said di Jakarta, Jumat (7/10/2011).
Komite Etik merekomendasikan kepada DPR agar kembali menghidupkan dan menyempurnakan kode etiknya sehingga anggota dewan terhindar dari perbuatan atau perilaku tercela.
"Di DPR itu dihidupkan kembali semacam kode etik lama. Kalau satu masalah dibahas dalam satu komisi yang ada berbagai fraksi maka tidak boleh urusan itu ditarik ke ranah privat, itu yang jadi rekomendasi," ungkap Said
"Ditarik ke ranah privat artinya," lanjut dia, "ada satu komisi sendiri dipanggil, mitra kerja dibahas atau perorangan dipanggil ke rumah atau ke hotel itu enggak boleh, atau ke restoran, enggak boleh itu, dulu enggak boleh itu. Saya juga anggota DPR. Enam tahun saya jadi anggota DPR," lanjutnya.
Saat ditanya mengapa Komite Etik juga mengeluarkan rekomendasi untuk DPR, Said menjawab, Komite tidak hanya bekerja terbatas untuk KPK namun juga untuk pihak luar yang ada hubungannya dengan KPK.
"Kita sepakat bahwa kita ingin Komite Etik ini tidak terbatas hanya untuk KPK. Kita juga melihat aspek ke luar, yang ada hubungannya ke KPK," kata dia.
Terkait pimpinan KPK, Komite Etik menyimpulkan, empat unsur pimpinan KPK yakni Busyro Muqoddas, M Jasin, Chandra M Hamzah, dan Haryono Umar, tidak terbukti melakukan pelanggaran etika ataupun pidana. Terhadap Chandra dan Haryono tiga anggota Komite memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Mereka menilai keduanya melakukan pelanggaran kode etik ringan.
Komite Etik merekomendasikan agar KPK membentuk Dewan Etik yang berisi ahli-ahli etika. Dewan tersebut kemudian dapat menjadi tempat bertanya bagi pimpinan dan pegawai terkait persoalan etik sehingga diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran etika di masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.