JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengapresiasikan upaya-upaya yang telah ditempuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menguatkan profesionalisme dan supremasi sipil melalui berbagai langkah yang dilakukan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Kontras Haris Azhar menanggapi HUT TNI ke 66 yang jatuh pada Rabu (5/10/2011) ini. "Kami mengucapkan selamat hari jadi kepada institusi Tentara Nasional Indonesia ke-66. Namun demikian, masih ada pesan dan catatan-catatan khusus mengenai reformasi TNI yang masih perlu terus dikawal, seperti persoalan, kekerasan anggota TNI, tindakan politis TNI hingga akuntabilitas koreksi atas kekerasan TNI," ujar Haris kepada Kompas.com, di Jakarta.
Dikatakan Haris, kekerasan oleh oknum TNI masih sering terjadi hingga hari ini. Bahkan, menurut Haris, kekerasan-kekereasan tersebut bisa terjadi dimana pun, baik di pusat kota, maupun di pedesaan. "Tiga hal yang paling menonjol adalah kasus-kasus kekerasan dengan penyiksaan, konflik lahan dengan menggunakan kekerasan dan operasi keamanan TNI di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Papua," kata Haris.
Sementara itu, dari sisi hukum, Haris menilai TNI masih menggunakan kecenderungan lama yang terus dipraktikkan, yakni selalu menerapkan hukumnya sendiri untuk menyelesaikan berbagai persoalan.
Ia mencontohkan, tindakan aparat lokal TNI saat melakukan patroli keamanan pasca-bentrokan di Kebumen, ketidakadilan kasus penyiksaan Charles Mali dalam pengadilan Militer Kupang, Nusa Tenggara Timur. "Tapi, di sisi lain justru ada perkembangan menarik dimana Panglima TNI mengeluarkan Peraturan Panglima (Perpang) Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan Terhadap Penyiksaan dan Perlakuan lain yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia pada 27 September 2010 lalu," tuturnya.
Namun, dikatakan Haris, mekanisme peraturan tersebut hingga saat ini belum tersosialisasikan dengan maksimal, khususnya di jajaran prajurit TNI. Menurut Haris, akan lebih baik jika sosialisasi mekanisme ini tetap dilakukan, untuk menuntaskan beberapa kasus yang masuk dalam kategori tindak indispliner prajurit TNI. "Dan juga bagi oknum TNI yang diduga kuat memiliki kuatan penyiksaan dan atau tindakan kejam lainnya," kata Haris.
Selain itu, menurut Haris, politisasi dalam kubu TNI juga masih kental terlihat dalam setahun terakhir. Hal itu diketahui saat terpilihnya Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Kepemimpinan Goerge Toisutta, selama menjadi Panglima TNI AD.
Khusus pada masa kepemimimpinan Toisutta, Kontras mencatat adanya peningkatan kekerasan, seperti model penangan konflik lahan, termasuk dalam pengambil alihan rumah keluarga purnawirawan TNI. Toisutta, tambah Haris, dalam perebutan ketua umum PSSI, diduga memakai penggunaan kekerasan dan intimidasi. "Sementara dalam soal pemilihan KSAD, dalam catatan Kontras, Pramono Edhy Wibowo bukanlah yang terbaik. Sayangnya pihak Presiden dan Panglima TNI tidak memberikan penjelasan kepada publik untuk menjawab mengapa Pramono Edhy yang terpilih. Jadi anggapan kalau terpilihnya dia karena adik ipar dari Presiden SBY bisa benar adanya," kata Haris.
Oleh karena itu, lanjut Haris, Kontras meminta agar TNI untuk tetap tunduk kepada supremasi sipil dan prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh yakni demokrasi dan hak asasi manusia.
Ia juga menyarankan agar DPR dan Pemerintah Kementerian Pertahanan untuk segera mendorong amandemen UU Peradilan Militer. Panglima TNI juga diharapkan agar segera mensosialisasikan Peraturan Panglima Nomor 73/IX/2010 yang berisi tentang ketentuan internal yang melarang setiap prajurit TNI untuk melakukan tindak penyiksaan dan tindakan kejam lainnya di lingkungan TNI.
Menurut Haris, hal tersebut penting untuk dilakukan karena beberapa wilayah di Indonesia, tindak penyiksaan masih kerap dilakukan. "Khususnya untuk mengorek informasi dari pihak-pihak yang diduga mengancam keamanan nasional. Termasuk juga di wilayah yang masih memiliki tingkat intensitas konflik yang tinggi, seperti di Papua. Dan kita juga harapkan agar tidak adanya politisasi dalam kubu TNI," kata Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.