JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem perencanaan anggaran, baik di pemerintah maupun di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu diperbaiki untuk meminimalisi praktek mafia anggaran. Jika tidak, penangkapan para koruptor akan terus terjadi lantaran sistem yang memberi celah untuk korupsi.
Selain itu, perbaikan sistem akan berdampak pada optimalisasi penggunaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Demikian dikatakan Direktur State Budget Watch (SBW) Ramson Siagian saat diskusi di Jakarta, Sabtu ( 31/9/2011 ).
Ramson mengatakan, agar efektif, para pemimpin partai politik harus duduk bersama untuk membicarakan perbaikan sistem tanpa melihat garis politik jangka pendek. Pasalnya, kata dia, pemimpin parpol saat ini juga sebagai pemimpin pemerintahan maupun DPR. "Kalau mereka berembuk, saya optimis bisa memperbaiki sistem sehingga efektif bagi kebaikan bangsa ini," kata Ramson.
Sebastian Salang, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengatakan, praktik mafia anggaran sudah terjadi sejak pembahasan di Kementerian hingga berujung di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Bagaimana praktik itu?
Sebastian menjelaskan, setiap mata anggaran di Kementerian harus ada uang yang dikeluarkan kontraktor meskipun tender belum berjalan. Suap dari pengusaha lalu terjadi. Selanjutnya, Kementerian membahas anggaran itu di Komisi di DPR. "Supaya Komisi tidak mengotak-atik anggaran yang diusulkan pemerintah, mesti ada nilainya. Itu ada setoran supaya disetujui. Tahap terakhir, disinkronisasi di Banggar. Supaya tinggal diketok (disetujui) di Banggar, itu ada nilainya," jelas dia.
Praktik mafia anggaran lain, lanjut Sebastian, terjadi ketika pembahasan dana optimalisasi setelah ada laporan penambahan penerimaan pendapatan negara oleh pemerintah. "Pertanyaannnya kok bisa dalam perjalanan ada tambahan pendapatan penerimaan negara? Berarti ada yang tidak beres," kata dia.
"Bisa aja pemerintah memberikan laporan penerimaan kepada DPR bohong-bohongan. Ada (pendapatan) yang disimpan. Dana-dana tambahan pendapatan ini sering kali menjadi lahan terjadinya korupsi," tambah Sebastian.
Untuk itu, Sebastian berharap KPK terus menelusuri kasus suap di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta di Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Jadi KPK jangan berhenti pada beberapa orang yang dipanggil. Perlu ditelusuri untuk bongkar praktik yang lebih besar," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.