Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKB Dukung Pembentukan Panja E-KTP

Kompas.com - 26/08/2011, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Keadilan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain mengatakan, pihaknya akan mendukung rencana Komisi II DPR untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) program elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP). Menurutnya, pembentukan panja itu penting, untuk menyelidiki pelaksanaan program e-KTP yang hingga kini masih memunculkan masalah.

"Panja itu dimaksudkan untuk menyelidiki proses lelang, apakah pemenang memang layak melaksanakan program yang beranggaran Rp 5,8 triliun tersebut. Dan Panja juga akan mengawasi pelaksanaan e-KTP hingga selesai tahun 2012," ujar Malik yang juga menjabat sebagai anggota Komisi II DPR kepada wartawan di Kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (26/8/2011).

Ia menuturkan, selain masalah karena jadwal yang molor, program tersebut juga disinyalir sarat "permainan" oleh beberapa pihak tertentu. Permasalahan lainnya, kata Malik, adalah validitas Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ia menilai, di beberapa daerah Indonesia, masih banyak warga yang memiliki NIK ganda.

"Padahal NIK menjadi data utama dalam pelaksanaan program tersebut. Dan disamping itu, pengadaan alat pemindai sidik jari dan iris mata terlambat. Untuk di DKI dan Depok saja hingga kini belum lengkap. Hal ini berkonsekuensi molornya pelaksanaan pengambilan data fisik penduduk. Jadi kita akan dukung usulan pembentukan panja ini," kata Malik.

Sebelumnya, Ketua Kelompok Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Komisi II DPR Arif Wibowo mengemukakan hal yang sama. Menurutnya, dari proses lelang atau tender proyek tersebut sudah bermasalah.

Arif menilai, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah karena menggagalkan sejumlah konsorsium peserta tender dengan dalih tidak lolos administrasi. Padahal, konsorsium itu menawarkan sistem dan teknologi yang relatif baik.

Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri diminta menghentikan sementara pelaksanaan e-KTP untuk keperluan evaluasi. "Evaluasi itu diperlukan mengingat banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan program e-KTP. Apalagi situs http://lpse.depdagri.go.id kemarin justru menunjukkan status gagal pada lelang penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) dari 2011 sampai 2012 dengan harga perkiraan sendiri mencapai Rp 5,8 triliun," kata Arif di Jakarta, Rabu (10/8/2011).

Dua konsorsium yang tergabung dalam Konsorsium Solusi dan Konsorsium PT Telkom menduga, ada mark-up senilai Rp 1 triliun lebih dalam proyek e-KTP tersebut. Nilai proyek senilai Rp 5,84 trilyun tersebut seharusnya hanya bernilai riil Rp 4,4 triliun.

"Dalam perhitungan kami, angka riil-nya Rp 1,1 triliun atau 20 persen lebih rendah dari nilai pagu yang Rp 5,8 triliun, seperti kami sampaikan dalam penawaran tender sebelumnya," ungkap Ketua Tim Teknis Konsorsium PT Telkom, Noerman Taufik, saat mengadukan kasus tersebut ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com