Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antiklimaks Kasus Nazaruddin?

Kompas.com - 23/08/2011, 03:20 WIB

Publik gigit jari

Lalu apa yang bisa diharapkan publik dari kasus Nazaruddin? Jangan-jangan publik memang hanya bisa gigit jari jika Presiden SBY memenuhi permintaan belas kasihan Nazaruddin dan hanya berusaha menyelamatkan partainya. Apalagi apabila SBY hanya membiarkan tiga institusi di atas ”mengatur” kasus Nazaruddin, tak ada satu pun insentif yang diperoleh bangsa ini dari kasus Nazaruddin, kecuali sekadar dramatisasi pemberantasan korupsi yang seolah-olah intensif dilakukan, padahal masih berjalan di tempat.

Tangan-tangan busuk kekuasaan di satu pihak serta oportunisme para petinggi negeri, partai, dan parlemen di pihak lain tampaknya terlalu kokoh mencengkeram lembaga peradilan kita, termasuk KPK. Presiden SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan semestinya menempuh langkah radikal jika benar-benar tulus, ikhlas, dan jujur hendak memberantas korupsi di negeri ini.

Sebagai pemimpin negara, Presiden SBY harus memiliki cara cerdas dan cerdik agar keluarga Nazaruddin tetap selamat di satu pihak, tetapi juga di pihak lain mantan bendahara umum partai itu mau membuka mulut terkait sejumlah petinggi PD yang pernah disebutnya. Untuk apa Presiden memiliki menteri-menteri negara, staf khusus kepresidenan, jajaran intelijen, kepolisian, kejaksaan, dan aparat negara lain jika cara cerdas dan cerdik tidak bisa dirumuskan untuk membongkar ”aib” di balik kasus Nazaruddin.

Jika pada akhirnya hanya Nazaruddin yang ”disepakati” menjadi tumbal dan dikorbankan dalam kasus wisma atlet atau kasus hukum lain yang melibatkannya, jangan pernah menyalahkan publik jika mereka akhirnya meragukan komitmen Presidennya dalam pemberantasan korupsi. Pola pikir masyarakat kita sederhana: jika Presiden SBY benar-benar tulus hendak memberantas korupsi, semestinya tangan-tangan busuk kekuasaan tidak dibiarkan ”mengatur” kasus Nazaruddin.

Syamsuddin Haris Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com