JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai pihak mengkritik kerja kepolisian dalam menangani kasus dugaan pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I.
Pasalnya, penyidik Bareskrim Polri baru mampu menjerat pihak MK. Belum jelas juga siapa auktor intelektualis dalam kasus itu lantaran dua tersangka yakni Masyhuri Hasan dan Zainal Arifin hanya pelaku lapangan.
Mengapa Polri belum mampu menjerat auktor intelektualis? Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengatakan, penyidik terkendala banyaknya perbedaan keterangan para saksi maupun tersangka ketika diperiksa.
Salah satu penyebab perbedaan keterangan itu lantaran peristiwa sudah terjadi sekitar dua tahun lalu. "Jadi ketidaksesuaian ini harus dicermati dengan hati-hati. Kita ingin dalam proses penegakkan hukum berjalan objektif, tepat, dan terukur," kata Boy di Mabes Polri, Senin (22/8/2011).
Boy mengatakan, penyidik belum dapat menyimpulkan apakah ada permintaan dari luar MK kepada Zainal Arifin (saat itu menjabat panitera MK) untuk membuat surat keputusan MK palsu. Substansi surat itu yakni penambahan suara untuk Partai Hanura di daerah pemilihan Sulsel I.
"Kita berharap akan terlihat (keterlibatan pihak lain) dari hasil pemeriksaan Zainal," kata Boy. Setelah penyidik memiliki cukup bukti, lanjut Boy, akan ada tersangka baru dalam kasus itu.
Ketika dimintai tanggapan penilaian ada intervensi dalam penanganan kasus itu, Boy menjawab, "Penanganan kasus ini tidak ada intervensi, tekanan. Semua berjalan secara baik."
Seperti diberitakan, Zainal hari ini diperiksa sebagai tersangka dengan jeratan Pasal 263 Jo 55 KUHP tentang pemalsuan. Dia disangka sebagai konseptor kata penambahan suara dalam surat palsu dengan nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.