Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RAPBN 2012: Pesan Pesimistis dari Pemerintah?

Kompas.com - 22/08/2011, 04:32 WIB

Kedua, saya amat bersimpati dan memahami persoalan yang dihadapi Menteri Keuangan Agus Martowardojo: keterbatasan ruang fiskal. Porsi anggaran yang mengikat mengakibatkan kecilnya ruang fiskal. Ruang fiskal hanya bisa diperbesar jika efisiensi dilakukan dan belanja subsidi dikurangi.

Di sini soalnya: RAPBN 2012 seperti disandera subsidi, khususnya bahan bakar minyak (BBM). Benar bahwa subsidi BBM turun dari Rp 129 triliun jadi Rp 123 triliun, tetapi ini disebabkan asumsi harga minyak yang lebih rendah. Saya khawatir subsidi BBM akan membengkak dan angka konsumsi 40 juta kiloliter akan terlampaui dalam tahun 2012.

Mengapa? Salah satu penyebab turunnya surplus dalam transaksi berjalan kita pada triwulan II-2011 adalah naiknya defisit neraca perdagangan minyak. Kita tahu pertumbuhan mobil dan motor jauh di bawah 100 persen, tetapi kenaikan defisit minyak melampaui 100 persen (pertumbuhan antartahun).

Lalu, siapa yang mengonsumsi BBM bersubsidi? Mungkin penyelundupan atau migrasi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga. Karena itu, jika pemerintah masih saja lebih mementingkan popularitas politik, subsidi akan meledak. Ruang fiskal semakin terbatas dan Kementerian Keuangan tak punya ruang untuk stimulus.

Artinya, kita mengorbankan pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan perlindungan bagi penduduk miskin demi popularitas politik. Wajar jika Menteri Keuangan begitu khawatir soal subsidi BBM dan mempertanyakan kebijakan energi.

Ketiga, transfer ke daerah meningkat tajam. Basri dan Hill (2011) menunjukkan adanya persoalan principal-agent, yakni agen (pemerintah daerah) tak selalu mematuhi principal (pemerintah pusat) karena tak ada lagi mekanisme reward and penalty.

Jadi, walaupun dana transfer ke daerah cukup besar, tak ada jaminan bahwa infrastruktur atau pengentasan rakyat dari kemiskinan akan menjadi lebih baik. Tanpa skema reward and penalty yang jelas, transfer ke daerah tak menjamin pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Di sini kita melihat: masalah utama adalah kualitas alokasi belanja pemerintah. Mungkin ada baiknya belajar dari pengalaman AS: kombinasi pemotongan anggaran dan terlalu besarnya alokasi untuk entitlement serta pertahanan membuat fiskal stimulus AS lumpuh.

Akibatnya, prospek pertumbuhan ekonomi AS menjadi suram. Kita memang berbeda dengan AS. Akan tetapi, kita punya kesamaan: alokasi belanja yang suboptimal membuat daya dorong fiskal terbatas.

Muhammad Chatib Basri Pendiri CReco Research Institute

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com