Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat Nazaruddin untuk Belokkan Opini

Kompas.com - 20/08/2011, 00:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai, surat yang ditulis M Nazaruddin, tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games 2011, kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya untuk membelokkan opini kasus yang menjeratnya. Sebagai kepala negara, Presiden Yudhoyono tidak dapat ikut campur dalam bidang hukum.

"Artinya seumpama Presiden SBY tertarik untuk membantu, tidak ada jalurnya karena yang menangani kasus Nazaruddin ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh sebab itu, menurut saya, surat itu sudah jelas dan, mungkin, sengaja untuk membelokkan opini," ujar Mahfud di Kantor GP Anshor, Jakarta, Jumat (19/8/2011) malam.

Surat yang dimaksud adalah permohonan Nazaruddin kepada Presiden SBY agar istri dan anak Nazaruddin tidak diganggu. Dalam surat itu, Nazaruddin bersedia divonis tanpa harus melalui proses hukum asal perlindungan anak dan istrinya dijamin oleh pemerintah.

Mahfud mengatakan, dalam konteks surat tersebut, Nazaruddin seharusnya meminta perlindungan terhadap penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian. "Tidak ada hubungannya menangani hukum, kok meminta perlindungan ke SBY," kata Mahfud.

Ia menilai opini kasus Nazaruddin sudah tidak berimbang. Saat ini seakan-akan aparat disalahkan dan dituduh melakukan rekayasa dalam kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut. Padahal, kata Mahfud, saat Nazaruddin kabur keluar negeri beberapa waktu lalu, banyak pihak yang pesimistis dengan aparat untuk bisa menangkap mantan politisi Demokrat itu.

"Sekarang saat betul-betul sudah ditangkap pun, aparat masih disalahkan, misalnya seperti penangkapannya dianggap melanggar hak asasilah, dan sebagainya. Ya, kita harus fair-lah lihat kasus ini. Jangan sampai kasus ini berbelok-belok opininya," ucap Mahfud

Sekretaris Kabinet Dipo Alam sebelumnya menegaskan bahwa surat yang ditulis Nazaruddin bukan urusan Presiden Yudhoyono. Presiden, kata Dipo, bukan lembaga penegak hukum yang berhak memeriksa Nazaruddin.

"Saya yakin Presiden tidak akan menanggapi surat itu karena Nazaruddin sudah dalam proses hukum oleh KPK, baik ketika ia buron, maupun ketika kini didipenjara. Jadi jelas, surat itu bukan urusan Presiden. Silakan para politisi dan pengamat berandai dan menyoal sepuasnya," kata Dipo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com