Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petahana Kerap Selewengkan Anggaran

Kompas.com - 16/08/2011, 02:47 WIB

Jakarta, Kompas - Hampir semua petahana yang akan kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah memanfaatkan kekuasaan dan kewenangan untuk memenangi pemilihan umum kepala daerah. Tidak sedikit yang menggunakan anggaran daerah dan fasilitas pemerintah serta memobilisasi pegawai negeri sipil untuk kepentingan pemenangan pilkada.

Kondisi itulah yang menjadi pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkan syarat, calon kepala daerah tidak sedang menjabat sebagai kepala daerah. ”Pasal petahana harus mundur dalam undang-undang sebelumnya memang sudah dibatalkan MK (Mahkamah Konstitusi). Karena itu, kami tidak menggunakan kata mundur, tetapi tidak sedang menjabat sebagai kepala daerah,” kata anggota Komite I DPD, Emanuel B Eha di Jakarta, Senin (15/8).

Pasal 6 Ayat (1) Huruf q draf RUU Pilkada versi DPD memang menyebutkan, calon kepala daerah tidak sedang menduduki jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah atau penjabat kepala daerah.

Modal politik

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, membenarkan maraknya penyelewengan anggaran oleh petahana. Ada tren peningkatan anggaran bantuan sosial dan dana hibah setiap menjelang pilkada. Hal itu biasanya terjadi di daerah yang kepala daerahnya akan kembali mengikuti pilkada.

”Incumbent (petahana) menggunakan anggaran daerah sebagai modal politik dia maju kembali di pilkada. Dana bantuan sosial dan hibah biasanya dibagikan kepada basis massa atau konstituen,” katanya.

ICW berharap, penyelewengan anggaran daerah untuk kepentingan politik petahana dapat diminimalisasi. Salah satu caranya dengan memberikan syarat mundur bagi petahana yang akan kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, Kementerian Dalam Negeri tetap akan mengusulkan ketentuan yang mengharuskan petahana mengundurkan diri enam bulan sebelum pilkada. Ketentuan ini bisa ditiadakan ketika tradisi demokrasi berjalan baik.

Airlangga Pribadi, pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, mendukung keharusan petahana mengundurkan diri dari jabatannya jika akan maju dalam pilkada. Hal ini akan mengurangi kemungkinan petahana menggunakan fasilitas negara dan anggaran negara untuk berkampanye. Selain itu, netralitas aparatur negara diperkirakan juga lebih terjamin. Ketentuan ini bisa diubah lagi ketika pilkada tidak bermasalah seperti saat ini. (nta/ina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com