Usaha Dafina, Teguh, dan Diah tidak sia-sia. Awal Juni, tim itu ditetapkan sebagai juara dalam ajang ASEANpreneurs Idea Canvas. Mereka akan mempresentasikan karyanya di Universitas Nasional Singapura, 26 Agustus mendatang.
Pendamping siswa, Muhammad Najib, memaparkan, tim akan presentasi tentang potensi Lamongan di hadapan entrepreneur se-ASEAN plus dari China dan Taiwan.
Menurut Dafina, untuk mengubah menjadi kertas, kotoran kuda kering dibersihkan dengan air, lalu diambil seratnya.
Untuk menghilangkan kuman dan mengeringkan, serat dioven selama 15 menit. Karena seratnya kaku, belum selembut yang diinginkan, serat dilunakkan dengan bahan kimia soda api (NaOH).
”Kemudian saat mencetak perlu diberi filler (pengisi) untuk menutup serat agar bisa rapat,” kata dia.
Per 1 kilogram serat kotoran kuda dicampur filler 100 gram. Agar warnanya lebih bagus perlu diberi pemutih kain. Bahan-bahan itu diblender, kemudian dicetak menggunakan nampan plastik sesuai ukuran yang diinginkan. Kurang lebih empat jam, kertas berbahan dasar kotoran kuda siap digunakan.
”Dibutuhkan alat cetak dari seng atau aluminium untuk menghasilkan panas lebih optimal dan cepat kering,” kata Davina.
Riset awal membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk penelitian hingga mempraktikkan cara pembuatan kertas kotoran kuda.
Para siswa itu terinspirasi membuat kertas dari kotoran kuda karena melihat banyak
Produk daur ulang yang ramah lingkungan itu memperoleh dukungan Bupati Lamongan, Fadeli.
Fadeli menilai, prestasi di tingkat ASEAN merupakan hal yang membanggakan bagi Lamongan. Apalagi peserta lain mahasiswa, sedangkan dari Lamongan diwakili siswa. Fadeli meminta Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Lamongan membantu mematenkan karya tiga siswa itu.