Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruang Gelap Pendanaan Partai

Kompas.com - 06/08/2011, 02:58 WIB

Buruk akuntabilitas

Karena sumber pendanaan utama partai politik sebagian besar diperoleh dari jalur ilegal, sulit untuk meminta partai politik transparan dan akuntabel dalam administrasi pelaporan keuangannya. Uji coba permintaan informasi publik yang tengah dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap sembilan partai politik berkuasa hingga hari ini tidak mendapat respons sama sekali. Padahal, yang diminta ICW hanyalah laporan keuangan partai politik atas penerimaan dan penggunaan dana APBN dari perhitungan perolehan kursi di DPR.

Tentu pertanyaannya bagaimana dengan penerimaan dan pengeluaran aktual partai politik selama satu tahun yang disokong dari sumber non-APBN? Merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dalam Pasal 39 Ayat 1 dan 2 ditegaskan adanya kewajiban bagi partai untuk mengelola keuangan secara akuntabel. Akuntabilitas itu ditunjukkan dengan adanya kewajiban audit oleh kantor akuntan publik dan kewajiban untuk mengumumkan hasil audit ke publik.

Buruknya administrasi keuangan partai politik juga disebabkan oleh tiadanya sumber daya manusia profesional yang memadai. Partai politik acap kali lebih memilih menempatkan seseorang sebagai bendahara umum dengan latar belakang pengusaha ataupun orang tertentu yang lihai melobi proyek karena posisi bendahara umum juga ex-officio sebagai kasir politik.

Kembali menengok kasus Nazaruddin, seorang bendahara umum yang sekaligus pemilik ratusan perusahaan dengan puluhan proyek di sejumlah departemen, sebenarnya begitulah cara dia membiayai kegiatan politik. Bendahara umum juga mengemban misi rahasia partai. Tak heran jika Nazaruddin memiliki begitu banyak informasi mengenai kebobrokan partai, yang sangat mungkin masih akan dibocorkannya ke publik.

Padahal, logikanya, bendahara umum partai politik seharusnya adalah jabatan profesional dengan memiliki keahlian bidang akuntansi, khususnya akuntansi lembaga publik seperti partai politik. Hal itu karena seorang bendahara partai harus membuat setidaknya dua pencatatan dan pelaporan keuangan, yakni keuangan tahunan partai dan keuangan kampanye yang bersifat sementara (ad hoc).

Mandat UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, terutama Pasal 39 Ayat 3, mensyaratkan laporan keuangan partai terdiri atas laporan realisasi anggaran partai, laporan neraca, dan laporan arus kas. Tentu saja mustahil seorang bendahara umum partai dapat menyajikan laporan keuangan yang baik sebagaimana tuntutan UU jika si bendahara umum tidak mengenal sama sekali ilmu akuntansi.

Sayangnya, penyakit dari peraturan kita adalah selalu buruk dalam penegakan sehingga melanggengkan ruang gelap praktik pendanaan partai politik. Orang-orang seperti Nazaruddin ada di berbagai partai politik. Mereka akan selalu dipelihara.

Barangkali dengan cepat Demokrat akan menunjuk pengganti Nazaruddin. Namun, hal itu tidak menjamin perilaku seperti Nazaruddin akan berhenti. Selama ada tuntutan dari partai politik untuk menciptakan kasir politik, reformasi pendanaan partai sulit diwujudkan.

Adnan Topan Husodo Wakil Koordinator ICW

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com