Jakarta, Kompas -
”Pembangunan pabrik sel surya sebagai sumber energi terbarukan sesungguhnya berpotensi besar, tetapi sampai sekarang tidak terlihat kebijakan itu,” kata Wakil Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Arya Rezavidi, Minggu (24/7), di Jakarta.
Arya mengatakan, tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi untuk energi dan listrik mencapai Rp 200 triliun. Padahal, dengan menyisihkan Rp 2 triliun saja, dana tersebut sudah bisa digunakan untuk membangun pabrik sel surya ini.
Biaya produksi listrik dari sel surya rata-rata Rp 3.000 per kilowatt jam (kWh). Menurut Arya, biaya produksi itu sebetulnya sudah bisa bersaing dengan biaya produksi listrik di pelosok yang menggunakan bahan bakar minyak diesel atau solar sekitar Rp 3.000 per kWh pula.
Pemerintah saat ini memilih kebijakan untuk penghematan energi. Sementara itu, menurut Arya, masih banyak warga dan kalangan industri yang kekurangan energi atau listrik sehingga produktivitasnya tidak optimal.
Secara terpisah, anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran, mengatakan, wilayah Sumatera kini hanya memiliki pasokan listrik 4.000 megawatt untuk 56 juta penduduk. Jumlah pasokan listrik ini sangat kurang sehingga sulit mengharapkan industri
”Malaysia saja dengan jumlah penduduk sekitar 25 juta orang memiliki pasokan listrik mencapai 22.000 megawatt. Semestinya wilayah Sumatera saat ini memperoleh pasokan listrik sampai 40.000 megawatt jika mengharapkan produktivitas dari wilayah itu,” kata Tumiran.
Ia menyebutkan, ekspor tambang berupa bahan bakar primer yang masih tinggi saat ini juga melemahkan efisiensi produktivitas listrik. Ia mencontohkan, banyak instalasi pembangkit
”Itu karena gas dan batubara lebih diutamakan untuk diekspor, sedangkan kebutuhan dalam negeri tidak diutamakan,” ujar Tumiran.