JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat pekerja dan para buruh menolak pengesahan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Selain karena menerapkan sistem iuran yang mengharuskan rakyat membayar jaminan sosialnya sendiri, draf RUU juga memuat bentuk badan yang mengelolanya adalah badan wali amanah. Bentuk ini dinilai akan cenderung berfungsi sebagai badan hukum privat.
Peneliti Institute for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan, badan wali amanah berfungsi seperti dalam badan hukum perguruan tinggi menurut UU Badan Hukum Publik. UU ini berpeluang besar menyebabkan komersialisasi pendidikan nasional.
"Kalau jaminan sosial bersifat wajib, maka harus diselenggarakan oleh negara, bentuknya harus badan hukum publik, bukan privat atau wali amanah. Kalau begitu, dia kan boleh dapat dana dari luar, bisa mengelola dana mahasiswa, seperti BHMN. Kalau jaminan sosial harus melekat pada negara dong," katanya dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (13/7/2011).
Salamuddin mencontohkan, ada beberapa lembaga yang berbentuk badan hukum publik bisa mencetak kuntungan, namun dana jaminan sosial yang dikelola nantinya ada dalam jumlah besar. Oleh karena itu, negara harus konsisten menggunakan status BUMN untuk lembaga yang mengelolanya. Kekonsistenan ini memang tetap harus diikuti dengan revisi UU BUMN dan perbaikan transparansi serta akuntabilitas keempat BUMN yang kini menangani jaminan sosial.
"Tapi bukan dengan menjadikannya sebagai badan publik otonom, tapi BUMN. Kalau ada masalah, ya bisa jadi tak ada yang tanggung jawab," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.