Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jerat Nazaruddin dengan Pencucian Uang!

Kompas.com - 09/07/2011, 14:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat M Nazaruddin, tersangka kasus dugaan suap pada proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 dengan pasal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Koordinator Divisi Monitoring Hukum ICW Febri Diansyah mengatakan, penggunaan undang-undang yang disahkan pada Oktober 2010 tersebut lebih maksimal.

"Pertama, untuk mencari pelaku dan penikmat hasil korupsi. Kedua, untuk menelusuri aliran dana. Ketiga, untuk mencari tahu apakah ada korporasi atau partai politik atau aktor lainnya yang menjadi sarana dalam proses aliran dana," kata Febri pada diskusi bertajuk "Kepak si Burung Nazar" di Jakarta, Sabtu (9/7/2011).

Menurut Febri, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memungkinkan aparat penegak hukum menjerat siapa pun yang menikmati aliran dana tersebut dapat dijerat. ICW menilai penggunaan undang-undang ini sebagai hal yang strategis.

Pengamat sosial politik Universitas Nanyang Singapura Prof Dr Sulfikar Amir mengatakan, tak jarang politisi yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif berupaya menyalahgunakan kewenangannya untuk mengeruk dana untuk partai politiknya.

Maka itu, Febri mengatakan, aparat penegak hukum, utamanya KPK, menggunakan Undang-Undang TPPU dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi untuk mengepung para koruptor dalam rangka melakukan pembersihan dana politik. Hal ini termasuk memeriksa apakah perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Nazaruddin telah memenuhi kewajiban pajaknya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Regulasi PPATK Fithriadi Muslim mengatakan, UU TPPU memiliki sejumlah instrumen yang dapat mencegah perpindahan aset koruptor dari Indonesia ke luar negeri.

Dicontohkan, Pasal 70 UU TPPU memberikan kewenangan kepada penyidik, termasuk penyidik KPK, untuk menunda transaksi keuangan selama lima hari. Selain itu, ada pula Pasal 71 UU TPPU yang memungkinkan aparat penegak hukum melakukan pemblokiran rekening pihak tertentu yang terlibat kasus korupsi.

"Sementara itu, Pasal 77 mewajibkan terdakwa untuk menjelaskan sumber harta kekayaannya. Jadi, undang-undang ini memiliki mekanisme pembalikan beban bukti," kata Fithriadi. Ditambahkan, Pasal 79 UU TPPU memungkinkan pemeriksaan in absentia.

"Undang-undang ini juga mengamanatkan, upaya keberatan hukum terhadap putusan pengadilan in absentia harus dihadiri langsung oleh terdakwa. Jadi, hemat kami, KPK harus memanfaatkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang untuk dalam menangani kasus Nazaruddin," kata Fithriadi.

Sebelumnya, pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji mengatakan, UU Pemberantasan Korupsi sebaiknya direvisi dengan memperbolehkan penyidik melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pencucian uang (yang dikategorikan sebagai tindak pidana umum) saat menyidik perkara korupsi (yang dikategorikan sebagai tindak pidana khusus).

"Selama ini, karena kategori korupsi dan pencucian uang berbeda, penyidik korupsi biasanya fokus menyidik perkara korupsinya dan tidak proaktif memeriksa apakah tersangka juga terindikasi melakukan pidana pencucian uang," katanya.

Selain itu, kata Indriyanto, hakim harus melakukan terobosan hukum sesuai asas keadilan dalam masyarakat untuk menghukum pelaku korupsi dengan pidana pencucian uang dalam hal terbukti aset yang disita berada pada sarana perbankan atau institusi keuangan non-bank. Kepala PPATK Yunus Husein mengatakan, pelaku korupsi biasanya juga melakukan tindak pidana pencucian uang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya 'Back Up'

    Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya "Back Up"

    Nasional
    Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

    Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

    Nasional
    Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

    Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

    Nasional
    Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

    Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

    Nasional
    Hari Ini, Sosok yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

    Hari Ini, Sosok yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

    Nasional
    Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

    Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

    Nasional
    Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

    Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

    Nasional
    Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

    Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

    Nasional
    Respons PDI-P, Nasdem, dan PKB Usai Duet Anies-Sohibul Iman Diumumkan

    Respons PDI-P, Nasdem, dan PKB Usai Duet Anies-Sohibul Iman Diumumkan

    Nasional
    Sudirman Said Mengaku Ingin Maju Pilkada Jakarta Bukan untuk Jegal Anies

    Sudirman Said Mengaku Ingin Maju Pilkada Jakarta Bukan untuk Jegal Anies

    Nasional
    Peretasan Data Bais TNI, Kekhawatiran Bocornya Hal Teknis dan Operasi

    Peretasan Data Bais TNI, Kekhawatiran Bocornya Hal Teknis dan Operasi

    Nasional
    Momen Jokowi Sapa Warga hingga Minum Es Teh di Mal Kota Palangkaraya

    Momen Jokowi Sapa Warga hingga Minum Es Teh di Mal Kota Palangkaraya

    Nasional
    Gagal Lawan Peretas PDN, Pemerintah Pasrah Kehilangan Data Berharga

    Gagal Lawan Peretas PDN, Pemerintah Pasrah Kehilangan Data Berharga

    Nasional
    Komisi III Minta Satgas Ambil Langkah Konkret Perangi Judi 'Online'

    Komisi III Minta Satgas Ambil Langkah Konkret Perangi Judi "Online"

    Nasional
    Komisi III Desak PPATK Tak Hanya Umumkan Temuan Judi 'Online'

    Komisi III Desak PPATK Tak Hanya Umumkan Temuan Judi "Online"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com