Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Pertemuan 16 Agustus di Kemayoran

Kompas.com - 08/07/2011, 11:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Minggu, 16 Agustus 2009. Apartemen Pejabat Tinggi di Kemayoran, Jakarta Pusat. Waktu dan tempat tersebut adala hal penting dalam kasus dugaan pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi yang kini tengah diusut kepolisian dan Panitia Kerja Mafia Pemilu Komisi III DPR.

Bisa jadi, berkumpulnya sejumlah orang yang selama ini disebut-sebut terlibat dalam dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 Agustus 2009 di Apartemen Pejabat Tinggi, Kemayoran, Jakarta Pusat, adalah sebuah kebetulan. Namun, bisa jadi pula pertemuan itu bukan kebetulan.

Anggota Panitia Kerja Mafia Pemilu, Budiman Sudjatmiko, mengatakan, dalam politik, kebetulan adalah sesuatu yang langka. Ia menyatakan hal ini saat Panja mendengarkan keterangan Neshawaty, putri mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, Kamis (30/6/2011). Mari kita urai.

Pertemuan 16 Agustus di Apartemen Pejabat Tinggi, Kemayoran, Jakarta Pusat, pertama kali diungkap oleh tim investigasi internal MK di hadapan Panitia Kerja (Panja), Selasa (21/6/2011). Sekretaris Jenderal MK Janedjri Gaffar mengungkapkan, dalam pertemuan itu, Hasan menyerahkan konsep surat jawaban panitera MK. Saat itu berkumpul Arsyad Sanusi, Dewi Yasin Limpo (salah satu pihak yang bersengketa terkait perolehan suara di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I), dan Juru Panggil MK Masyhuri Hasan. Hasan datang ke sana berdasarkan permintaan Neshawaty melalui telepon. "Hasan pergi ke kediaman Hakim Arsyad di Apartemen Kemayoran dan di kediaman itu ada Ibu Dewi Yasin Limpo," kata Janedjri.

Di hadapan Panja, Neshawaty membantah hadir dalam "peristiwa kebetulan" tersebut. Ia beralibi pada tanggal itu tengah berada di Surabaya. Ia pergi ke Surabaya pada 15 Agustus 2009. Oleh karena itu, ia tak tahu-menahu soal pertemuan tersebut. Ia juga membantah berkomunikasi dengan Hasan melalui telepon dan meminta Hasan datang ke apartemen itu.

Arsyad tidak membantah peristiwa 16 Agustus di Apartemen Kemayoran. Ia mengakui Hasan dan Dewi bertandang ke kediamannya pada tanggal tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa mereka tidak membicarakan kasus Dewi, apalagi menyusun konsep surat palsu.

Menurut Arsyad, saat itu Hasan yang notabene adalah pacar dari Rara (cucu Arsyad) datang membawa laptop. Hasan bertanya kepada Arsyad mengenai konsep surat jawaban atas pertanyaan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Saya sudah timbul kecurigaan. Saya tanya, 'Kenapa kamu yang buat surat jawabannya, bukan panitera'. Dia (Hasan) menjawab, 'Saya disuruh, Pak'," ungkap Arsyad, yang mengaku mengingatkan Hasan agar tidak menambah atau mengubah isi amar putusan MK.

Arsyad membantah pernyataan tim investigasi MK yang menyatakan bahwa saat itu Hasan menunjukkan konsep surat putusan MK kepadanya. Menurutnya, Hasan hanya sekadar bertanya, dan tak lebih dari itu.

Versi Dewi

Bagaimana tanggapan Dewi Yasin Limpo tentang pertemuan itu? Di hadapan Panja, Kamis (7/7/2011), Dewi juga tidak membantah bahwa ia bertandang ke Apartemen Kemayoran dan bertemu dengan Arsyad dan Hasan.

Ia menuturkan, awalnya siang itu, Minggu, 16 Agustus 2009, ia tengah berada di ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat, untuk berbelanja. Karena merasa lapar, ia kemudian mendatangi sebuah restoran milik sahabatnya, Tira, di tempat itu. Tira adalah kerabat Asryad. Tira adalah ibunya Rara (pacar Hasan).

"Di situ kami ngobrol dan kemudian (Tira) ditelepon oleh istri Pak Arsyad. (Istri Arsyad) mengatakan, di rumahnya lagi masak pisang ijo dan conro (makanan khas Makassar). Terus, Tira mengatakan (kepada istri Arsyad) ada saya. Ibu Arsyad lalu meminta kami datang ke rumahnya," tutur Dewi.

Selanjutnya, meluncurlah mereka ke Apartemen Kemayoran. Setibanya di sana, menurut Dewi, tidak ada Hasan. Juru Panggil MK itu baru tiba beberapa saat kemudian. Di apartemen itu, aku Dewi, ia sama sekali tidak berurusan dengan Arsyad, apalagi berdiskusi mengenai perkaranya.

"Saya ke rumah Arsyad, (perkara) ini sudah selesai, sudah basi perkaranya. Kan sudah ada putusan MK. Ngapain bahas itu (perkara). Saya enggak ketemu Arsyad, dia di mana, saya di mana," ucapnya.

Berdasarkan penuturan Hasan kepada tim investigasi internal MK, saat ia datang ke apartemen, di sana sudah ada Dewi. Saat itu, Dewi dan Arsyad meminta salinan konsep surat jawaban putuan MK. Dewi membantah keterangan ini. "Hasan datang belakangan (setelah Dewi) dengan Rara. Mereka (Hasan dan Rara) pacaran. Tidak ada kita membahas apa-apa," ujar Dewi.

Saksi kunci

Tak pelak, Masyhuri Hasan adalah saksi kunci dalam perkara ini. Keterangannya patut didengar di hadapan Panja. Polisi telah menetapkan Hasan sebagai tersangka dugaan pemalsuan surat keputusan MK. Ia telah ditangkap dan ditahan polisi.

Menurut hasil tim investigasi MK, Hasan diketahui mengopi berkas surat jawaban panitera MK yang dibuat pada 14 Agustus 2009. Berkas surat yang isinya tak sesuai dengan amar putusan MK itu lalu dicetak dan diberi tanggal serta nomor surat dengan tulisan tangan. Ia pun mengambil hasil pemindaian (scan) tanda tangan panitera MK, Zainal Arifin Hoesein, yang terdapat di dalam komputer MK, kemudian membubuhkannya ke surat itu.

Hasan, seperti diungkapkan dalam laporan tim investigasi MK, kemudian menuju kediaman Arsyad Sanusi (saat itu masih menjadi hakim MK) di Apartemen Pejabat Tinggi di Kemayoran pada Minggu, 16 Agustus 2009. Kepada tim, ia mengaku mendapat telepon dari anak Arsyad, Neshawaty, yang meminta datang ke apartemen itu.

Ia kemudian menyerahkan kopi berkas surat jawaban panitera MK itu kepada Arsyad yang saat itu diketahui juga tengah bersama Dewi.

Wakil Ketua Panja Mafia Pemilu Ganjar Pranowo menyatakan, pihaknya akan berkirim surat kepada kepolisian untuk dapat menghadirkan Hasan di hadapan Panja. "Kami akan kirim surat ke Polri. Pinjam Hasan untuk dimintai keterangan. Jadwal pemanggilannya belum. Nanti baru dijadwalkan," ujar Ganjar seusai mengikuti rapat dengan Panja Mafia Pemilu di ruang rapat Komisi II, semalam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com