Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Debat Andi Nurpati, Supir, dan Staf KPU

Kompas.com - 30/06/2011, 21:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan terjadi antara mantan Anggota KPU, Andi Nurpati, stafnya Matnur dan supirnya Aryo dalam rapat dengar pendapat dengan Panja Mafia Pemilu, di Gedung DPR RI, Kamis (30/06/2011).

Andi membantah telah memerintahkan supirnya Hary Almavintomo alias Aryo untuk memberikan surat putusan Mahkamah Konstitusi pada stafnya Matnur. Surat bernomor 112/PAN. MK/VIII/2009 dan 113/PAN. MK/VIII/2009 tertanggal 17 Agustus 2009 menurut Andi dibawa Hasan, tapi ditolaknya dan meminta diberikan pada Aryo.

Menurutnya, saat Aryo menerima surat dari juru panggil Mahkamah Konstitusi Masyhuri Hasan ia segera memerintahkan Aryo agar diberikan pada staf Ketua Komisi Pemilihan Umum. Ia mengaku belum sama sekali melihat bentuk surat itu maupun isinya.

"Saya katakan kepada supir saya (Aryo) agar diberikan kepada staf Pimpinan karena katanya waktu di mobil surat itu ditujukan pada Ketua. Sehingga ketika dia tanyakan, saya bilang serahkan pada Ketua. Ternyata dia serahkan ke Matnur. Saya tidak tahu itu," ujar Andi di depan Panja.

Namun, hal ini dibantah oleh Aryo menurutnya Andi sendiri yang menyuruhnya mengantarkan pada Matnur. "Saya disuruh diserahkan pada saudara Matnur," ujar Aryo ketika ditanya kembali oleh Panja mengenai pernyataan Andi.

Dalam pengakuan Matnur, setelah ia mendapat surat dari Aryo atas perintah Andi. Ia kemudian menanyakan pada Andi bagaimana dengan surat-surat yang didapat dari MK yang dibawa Aryo. Andi justru memintanya memberikan surat bernomor 113 pada Ketua KPU, sedangkan surat nomor 112, Andi minta padanya untuk disimpan saja.

"Saya menyerahkan dua surat (dari Aryo), saya tidak tahu tanggapan ibu (Andi Nurpati) apa. Tapi saya diperintahkan ibu agar surat 113 diberikan pada Ketua KPU dan 112 disimpan. Sugiarto (teman Matnur)tahu bahwa saya menyerahkan 113 pada Pak Ketua, 112 ini disimpan atas perintah ibu," jelas Matnur.

Lagi-lagi, Andi membantah mendengar pernyataan Matnur. Ia bersikeras tidak memerintahkan demikian pada Matnur. "Saya tidak pernah memerintahkan, memproses, menyimpan kedua surat, saya tidak tahu dia (Matnur)menyerahkan kedua surat itu. Saya tidak mungkin menyuruhnya menyimpan, harusnya diproses," kilah Andi.

Perdebatan ini berlangsung beberapa menit. baik Aryo maupun Matnur tetap membantah pernyataan Andi. Mereka bersikukuh, Andi lah yang memerintahkan mereka sesuai dengan kronologis.

Ketika anggota panja menanyakan apakah keduanya memiliki kepentingan dengan dua surat tersebut, Aryo dan Matnur mengaku tidak sama sekali. Matnur menyatakan tidak mengenal Dewi Yasin Limpo sehingga tidak ada kepentingan untuknya menggelapkan atau mengubah surat jawaban putusan MK itu. "Saya tidak kenal Dewi Yasin Limpo dan tidak ada kepentingan dengan surat itu," tukas Matnur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

    Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

    Nasional
    Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

    Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

    Nasional
    PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

    PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

    Nasional
    Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

    Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

    KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

    Nasional
    Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

    Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

    Nasional
    Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

    Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

    Nasional
    KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

    KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

    Nasional
    Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

    Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

    Nasional
    KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

    KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

    Nasional
    PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

    PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

    Nasional
    Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

    Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

    KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

    Nasional
    PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

    PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

    Nasional
    KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

    KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com