JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi menuding Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD melemparkan kasus dugaan pemalsuan dan penggelapan surat putusan Mahkamah Konstitusi ke publik hanya untuk pengalihan isu semata. Isu yang dimaksudkannya adalah kasus dugaan suap kepada Sekretaris Jenderal Janedjri M Gaffar yang dilakukan oleh politisi Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Mahfud pernah mengungkapkan bahwa Janedjri pernah ditawari uang senilai 120 dollar Singapura yang tidak jelas untuk tujuan apa. Namun, menurut Janedjri maupun Mahfud, uang itu telah dikembalikan kepada Nazaruddin.
"Banyak persoalan lain yang tengah dihadapi bangsa ini. Apakah tuduhan itu (tuduhan keterlibatan Arsyad Sanusi) bukan merupakan pengalihan isu dari kasus bekas pengurus Demokrat, Nazaruddin dengan Janedjri. Sekali lagi ini adalah pengalihan isu," kata Arsyad di Ruang Komisi II, Gedung DPR RI, Selasa (28/6/2011).
Arsyad juga menuding MK memelintir dan melakukan pembunuhan karakter terhadap dirinya. Apalagi, ia membantah keterlibatannya dalam kasus itu. "Terdapat motivasi terselubung dari Ketua MK dan Sekjen MK, karena secara tidak jujur memelintir dan mengkriminalisasi semua persoalan dan melakukan pembunuhan karakter terhadap saya," tutur Arsyad.
Ia mengaku, saat itu pernah terlontar kalimat "Pak Arsyad berhati-hatilah" dari Mahfud dan mantan Hakim Konstitusi Mukti Fadjar. Namun ia menyatakan tak mengerti pernyataan keduanya saat itu dan tidak menduga pernyataan itu berhubungan dengan tuduhan yang dialamatkan padanya saat ini.
"Saya tidak mengerti maksud 'hati-hati' itu. Andaikata itu ada hubungannya dengan hasil investigasi, tentunya saya akan jawab di sana. Tapi, saya tidak tahu sama sekali soal investigasi itu dan hasil investigasinya," katanya.
Ia bahkan mempertanyakan apa kesalahan yang dibuatnya terhadap Mahfud, sehingga namanya seringkali dilibatkan dengan kasus-kasus yang terjadi di MK. "Saya ingin bertanya apa dosa dan salah saya terhadap Pak Mahfud. Kenapa nama saya selalu disebut-sebut dalam kasus-kasus di MK," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.