Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsyad: Itu Manipulasi Semuanya!

Kompas.com - 28/06/2011, 09:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi menyatakan siap meluruskan semua tuduhan yang ditudingkan padanya. Ia menyatakan, semua data yang disampaikan Tim Investigasi Mahkamah Konstitusi adalah manipulasi dan kebohongan, termasuk soal kalimat penambahan suara seperti yang dilaporkan dari Mahkamah Konstitusi.

"Saya akan memberikan keterangan untuk mengklarifikasi fakta-fakta yang diberikan kepada saksi. Itu hanya manipulasi. Penambahan kursi itu bohong besar," ujar Arsyad di hadapan Panja Mafia Pemilu di Ruang Rapat Komisi II DPR, Jakarta, Selasa (28/6/2011). Panja meminta keterangan Arsyad terkait dugaan pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pemilu 2009 di Daerah Pemilihan I Sulawesi Selatan. Putri Arsyad, Neshawati,  juga hadir memberikan keterangan.

Arsyad mengaku, ia tak tahu-menahu soal investigasi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Ia menuding, MK merahasiakan itu padanya, sehingga ia tak bisa memberikan keterangan terhadap apa yang dituduhkan padanya.

"Akan saya jawab nanti. Hasil investigasi dan pembentukan investigasi internal saya tidak tahu, dan hasilnya saya tidak tahu. Kalau saya tahu, saya bisa memberikan keterengan. Investigasi, saya tidak tahu ada itu dan saya tidak pernah diperiksa (oleh Tim Investigasi)," paparnya.

Arsyad mengakui pertemuannya dengan Dewi Yasin Limpo, tapi pertemuan itu, dalihnya, hanya pertemuan biasa dengan sesama saudara dari daerah di Sulawesi Selatan. Menurut dia, ia telah mengenal Dewi sejak kecil.

"Pertemuan dengan Dewi Yasin Limpo itu benar itu fakta, tapi bukan legal fact, karena dia datang sebagai keluarga. Ini adalah fakta. Dewi Yasin Limpo saya kenal sejak masih kecil. Saya tinggal di Cendrawasih, dia di Haji Baum," ujarnya.

Ia pun mengakui, Staf MK Masyhuri Hasan pernah datang ke rumahnya membawa konsep surat. "Hasan datang saya disuruh ini itu. Padahal bukan wewenang saya, bukan ranah saya sebagai hakim konstitusi untuk menjawab, untuk menerima dia langsung. Saya curiga kenapa dia sebagai panitera, kok, membuat konsep (surat). Lalu saya katakan, kutip isi amar putusan, Itu aja titik," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, berdasarkan data Tim Investigasi MK, Hasan ke rumah Arsyad pada Minggu, 16 Agustus 2009, dengan membawa salinan dokumen surat jawaban panitera MK yang dibuat 14 Agustus 2009. Surat itu tanpa tanggal dan nomor. Hasan memberi tanggal dan nomor 112 dengan tulisan tangan. Surat itu juga tak diberi tanda tangan panitera MK.

Berdasarkan investigasi MK, Hasan mengambil tanda tangan itu dengan cara memindai dalam file tertanda (Ttd) Panitera. Ia meng-copy file konsep surat itu dengan USB, lalu menyerahkan file konsep surat jawaban panitera itu kepada Arsyad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com