Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud: Silakan Andi Nurpati Membantah

Kompas.com - 27/06/2011, 18:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tak mau menanggapi berbagai bantahan mantan anggota KPU yang juga politisi Partai Demokrat Andi Nurpati yang mengelak terlibat dalam kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan surat putusan Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, semua orang bisa membantah, tapi kepolisian yang berhak menentukan akhir dari kasus tersebut.

"Enggak apa-apa (Andi Nurpati membantah) semua orang kan bisa membantah. Tetapi polisi kan tidak bodoh juga. Membantah itu biasa, tapi rangkaian fakta-fakta itu sudah dan bisa dirajut oleh polisi untuk menentukan orang yang bersalah atau tidak dan siapa saja yang dinyatakan bersalah. Sekarang saya berhenti bicara tentang orang. Ke polisi saja kalau sudah bicara orang (tersangka)," ujar Mahfud di Jakarta, Senin (27/06/2011).

Menurutnya, bukti-bukti otentik mengenai kasus itu telah disampaikan MK kepada penyidik kepolisian. Oleh karena itu, lanjutnya Sekjen MK, Janedjri M Gaffar pun telah disiapkan untuk memberikan keterangan lengkap kepada kepolisian mengenai kasus tersebut.

"MK sendiri melalui Sekjen menyatakan siap dibedah apa yang ada di sini (MK) untuk mengungkap kasus itu seterang-terangnya. Bukti otentik sudah diserahkan yang diperlukan dan kalau masih kurang apapun nanti kita sediakan," imbuhnya.

Seperti diberitakan, Andi Nurpati menolak dikatakan terlibat dalam kasus pemalsuan dan penggelapan surat putusan MK itu. Ia menduga, mafia justru ada dalam tubuh MK. Andi pun berdalih bahwa namanya ada di kasus itu karena dijebak.

"Mafianya justru ada di MK. Berdasarkan penjelasan MK di Panja, saya lihat justru tidak ada peran dan keterkaitan saya dengan pembuatan surat palsu. Jangan-jangan ini skenario. Saya merasa dijebak. Saya yakin ini by scenario," ujar Andi saat dihubungi wartawan, Rabu (22/06/2011).

Ia menyebutkan, saat diketahui surat tertanggal 14 Agustus adalah surat yang palsu, ia segera merevisi keputusan KPU. Jika dipanggil Panja, Andi menyatakan siap menjelaskan soal surat putusan MK tertanggal 14 Agustus 2009, serta surat tertanggal 17 Agustus 2009 yang dinyatakan sebagai surat asli putusan MK.

"Prinsip saya, setelah mengetahui surat itu dinyatakan palsu, saya langsung merevisi keputusan KPU. KPU sudah perbaiki, sudah ada direvisi oleh KPU. Pada saat itu sudah clear. Tetapi, kenapa baru diangkat lagi sekarang, padahal sudah dua tahun lalu kejadiannya," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

    Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

    Nasional
    Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

    Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

    Nasional
    Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

    Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

    Nasional
    Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

    Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

    Nasional
    Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

    Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

    Nasional
    Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

    Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

    Nasional
    Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

    Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

    Nasional
    KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

    KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

    Nasional
    Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

    Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

    Nasional
    KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

    KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

    Nasional
    Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

    Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

    Nasional
    KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

    KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

    Nasional
    KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

    KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

    Nasional
    Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

    Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

    Nasional
    Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

    Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com