Jakarta, Kompas -
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar di Jakarta, Kamis (16/6), menegaskan, pemerintah dan DPR harus mau menjelaskan proses peralihan ini secara terbuka. Hal ini untuk mencegah politisasi atau potensi kebocoran dana peserta yang dikelola
Saat ini ada empat BPJS, yakni PT Jamsostek (Persero), PT Asabri (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Askes (Persero). Jamsostek, yang bekerja berlandaskan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, merupakan BPJS terbesar dengan aset mencapai Rp 102 triliun.
Sebanyak Rp 96 triliun merupakan dana sedikitnya 9 juta yang aktif membayar iuran dan 19 juta peserta yang tak lagi aktif mengiur. Jamsostek juga masih mengelola triliunan rupiah dana peserta yang kini tak lagi aktif mengiur.
Menurut Timboel, pemerintah menginginkan masa peralihan selama empat tahun. Namun, DPR menginginkan paling lama dua tahun.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal KAJS Said Iqbal mengatakan, mereka akan menyerahkan petisi rakyat menuntut pelaksanaan SJSN hasil perjalanan tersebut.
Secara terpisah, Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengkhawatirkan keterlibatan konsultan asing yang menentukan arah kebijakan BPJS tanpa memerhatikan sejarah pembentukan BPJS yang sudah ada.
”Segala sesuatu hendaknya diserahkan kepada pihak yang kompeten dengan memerhatikan sejarah pembentukan BPJS yang sudah ada. Jangan diserahkan kepada konsultan asing yang tidak paham tentang jaminan sosial di Indonesia,” ujar Hotbonar.
Hotbonar mengaku khawatir, investor asing yang sudah menguasai perbankan dan perasuransian nasional bakal turut masuk ke penyelenggaraan jaminan sosial.