Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Pertanyakan Batas Wilayah

Kompas.com - 16/06/2011, 03:01 WIB

Palu, Kompas - Konflik tapal batas antara warga sekitar dan pengelola Taman Nasional Lore Lindu belum juga usai. Padahal, konflik soal batas wilayah taman nasional itu terjadi sejak penetapan TNLL tahun 1993.

Warga sekitar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) terus menuntut kejelasan soal tapal batas taman nasional dengan lahan mereka. Sebaliknya, pihak balai justru mengaku soal itu sudah jelas. Akibatnya, banyak warga sekitar TNLL yang kesulitan menggarap lahan karena khawatir dianggap melanggar hukum.

”Sejak ditetapkan, batas-batasnya sudah jelas. Di lapangan, batas-batas ini kami beri tanda dengan patok beton, kayu, atau gundukan. Memang patok-patok atau tanda batas ini tidak rapat atau berjarak sekitar 100 meter bahkan lebih. Tetapi di banyak lokasi, apalagi belokan, batas-batas ini jumlahnya banyak,” kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Harijoko di Palu, Rabu (15/6).

Mei lalu, sejumlah warga Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, mengeluhkan tidak jelasnya tapal batas TNLL. Hal tersebut menyulitkan warga menggarap lahannya. Di TNLL ada dua wilayah enclave masing-masing Kecamatan Lindu di Kabupaten Sigi dan Lembah Besoa di Kabupaten Poso.

”Sudah berapa banyak warga yang akhirnya beperkara hukum karena dinilai menyerobot kawasan taman nasional hanya karena ketidakjelasan soal tapal batas. Jadinya warga sekarang serba salah. Banyak yang jadi takut menggarap lahan. Saya khawatir, ketidakjelasan ini justru akan memunculkan orang-orang yang marah dan justru merusak kawasan hutan,” kata Sekretaris Desa Tomado, Kecamatan Lindu, yang juga Pelaksana Tugas Kepala Desa Tomado Sudarmin Toningki.

Nudin Tendesavu (70), tokoh adat Lindu, mengatakan, selama ini bahkan sebelum kawasan taman nasional ada, warga Lindu sudah punya aturan adat untuk menjaga kawasan hutan. Secara adat, warga Lindu mengatur zonasi untuk hutan di sekitar kawasan Lindu. Suaka Wanangkiki, misalnya, adalah hutan yang sama sekali tidak boleh dirambah. Suaka Ntodea atau zona pemanfaatan yang masih memungkinkan kebun dibuka, kayu bisa diambil, tetapi dengan syarat setiap kayu yang ditebang diganti.

Berikutnya ada Suaka Madika yang hanya untuk bangsawan atau keturunan raja dan tidak bisa digarap oleh umum. Kemudian ada Suaka Viata yang juga masuk area yang tidak boleh dirambah. Ada lagi Suaka Lambara untuk penggembalaan. Ada pula Suaka Parabata yang berada di sepanjang tepi danau yang dilindungi, serta Suaka Ngata yang pengelolaannya bisa secara bersama atau untuk umum. (REN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com