Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Calo Anggaran Dilaporkan ke KPK

Kompas.com - 11/06/2011, 02:22 WIB

Jakarta, Kompas - Masyarakat Antikorupsi Indonesia, Jumat (10/6), melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta tentang dokumen rapat Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat yang berisi notula pengaduan soal percaloan dana alokasi daerah.

Notula ini berisi pengaduan terhadap anggota DPR yang sudah diberi uang dengan imbalan bisa mencairkan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID).

Meski uang itu diberikan, daerah tetap tak mendapat alokasi DPID. Dalam foto kopi notula rapat tersebut tercatat, rapat dilakukan pada Senin (30/5) di ruang pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR, dan dipimpin langsung Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng.

”Isi notulensi rapat menyangkut laporan orang ke Banggar DPR bahwa dia memperjuangkan aspirasi daerah. Daerah itu menginginkan ada anggaran dialokasikan ke daerahnya. Ada yang gagal, ada yang berhasil. Terhadap yang gagal tadi, para penghubung ini menginginkan uang yang disetornya (ke anggota DPR) dikembalikan. Oleh Badan Anggaran mereka diundang resmi dalam rapat. Terus mereka juga menyampaikan pengakuan-pengakuan yang ditulis dalam notulensi rapat,” ujar Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman di kantor KPK.

Boyamin menuturkan, para penghubung yang memperjuangkan aspirasi alokasi DPID ini rata-rata memberikan uang sebesar Rp 6 miliar hingga Rp 8 miliar kepada anggota DPR yang dinilai bisa membantu pencairan dana tersebut. ”Di notula rapat tersebut disebut anggota DPR berinisial W dan inisial A. Saya bisa pertanggungjawabkan dokumen notulensi rapat ini,” kata Boyamin.

Dalam notula rapat itu juga disebutkan W, anggota dari Fraksi PAN, disidang fraksinya karena belum mengembalikan semua uang kepada penghubung daerah meski daerah tersebut tidak mendapatkan alokasi DPID. Namun, Ketua Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy membantah ada rapat fraksi yang menyidangkan hal tersebut. ”Setahu saya tidak ada yang begitu,” kata Tjatur.

Menurut Boyamin, anggota DPR yang menjadi calo anggaran tak hanya yang dilaporkan dalam notula rapat itu. ”Saya pernah dilapori orang dari Nusa Tenggara Timur yang merasa tertipu karena sudah setor Rp 1 miliar, tetapi anggaran Rp 52 miliar yang dijanjikan ke daerahnya ternyata tidak ada,” katanya.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida menuturkan, praktik calo anggaran dipicu oleh tertutupnya mekanisme pembagian anggaran di DPR dan pemerintah pusat. Kondisi ini dipicu oleh sikap mereka yang merasa memiliki anggaran untuk daerah. Di satu sisi, daerah membutuhkan banyak dana, tetapi kurang mengetahui prosedur mendapatkannya dari pusat.

”Akibatnya, pejabat di daerah terpancing melakukan lobi-lobi ke pemerintah pusat untuk mencari anggaran bagi daerahnya. Praktik ini yang memunculkan mafia yang dapat membantu memuluskan anggaran bagi daerah dengan imbalan tertentu,” kata Laode.

(NWO/BIL)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com