Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Trio Macan dalam Korupsi Politik

Kompas.com - 04/06/2011, 15:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, mengatakan saat ini para pelaku korupsi di Indonesia terdiri dari pengusaha, birokrasi, dan politisi. Hal ini dilakukan karena ketiga aktor tersebut saling membutuhkan dan bermuara dari korupsi politik.

Menurut Ade, hal inilah yang mengakibatkan kasus korupsi di Indonesia semakin menjadi-jadi. Hal ini disampaikannya dalam diskusi "Indonesiaku Dibelenggu Koruptor" yang diselenggarakan oleh Keluarga Ilmu Politik Fisip Universitas Indonesia di Warung Daun, Sabtu (4/6/2011).

"Kami (ICW) melihat saat ini para pelaku korupsi justru dilakukan secara sistemik. Pelaku-pelakunya adalah pengusaha, birokrat, dan politikus, semacam trio macan dalam korupsi dana-dana publik dan politik," ujar Ade.

Ia merujuk pada proyek-proyek besar yang akan didanai melalui uang negara. Menurut dia, berdasarkan sejumlah pengakuan anggota Dewan dalam sebuah proyek, politisi dalam DPR biasanya dipakai pengusaha dan birokrasi untuk meloloskan program yang akan dijalankan. Hal inilah yang kemudian berujung pada mafia anggaran dalam DPR.

Namun, Ade tidak menyebutkan nama anggota DPR yang memberikan informasi tersebut. Ia hanya menjelaskan bahwa proses korupsi ini terjadi dari hulu sampai hilir, dari pusat hingga ke daerah-daerah.

"Biasanya yang dipermainkan dana-dana yang ada di kementerian. Kalau mau ada program, harus ada setoran-setoran, begitu juga dengan program BUMN. Rapat dengar pendapat dijadikan sumber untuk keruk uang. Dari daerah, anggaran dana alokasi khusus (DAK) infrastruktur daerah jadi bahan mainan. Terjadi negosiasi antara politikus dan orang daerah dengan janji akan mendapat fee. Nanti politikus yang akan meloloskan pengusaha yang akan bermain dalam program-program dengan menggunakan dana dari negara," jelasnya.

Menyambung pernyataan Ade, pengamat politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti, menuturkan bahwa anggota DPR juga dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha agar dibuatkan undang-undang atau kebijakan yang membela kepentingan pengusaha.

"Pengusaha biasanya sudah mendekati anggota DPR supaya nanti dalam pembahasan undang-undang tidak merugikan pengusaha. Biasanya mereka membantu anggota DPR dalam pemilihan, dengan bantuan dana. Nantinya ada feedback, di mana anggota Dewan yang dibantu akan membantu pengusaha untuk membuat kebijakan yang berpihak pada pengusaha yang membantu," ujar Ikrar.

Oleh karena itu, menurut Ade dan Ikrar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus terus mendapat tekanan dari publik secara positif untuk mengungkap aktor-aktor dalam trio macan korupsi tersebut. "KPK harus lebih berani dari Densus 88 untuk menjaring koruptor. Mereka pasti juga ditekan kanan-kiri oleh politisi. Tapi saya yakin dengan tekanan dari publik untuk kasus korupsi, KPK pasti punya kemauan dan kekuatan untuk itu," tandas Ade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com