Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Mr A yang Dituding Hancurkan Demokrat?

Kompas.com - 03/06/2011, 08:45 WIB

KOMPAS.com — Demokrat menggulirkan sebuah inisial, Mr A, yang disebut sebagai politikus yang mempunyai keinginan untuk menghancurkan Demokrat. Mr A dituding berada di balik kekisruhan yang melingkupi Demokrat. Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyebutkan, Mr A adalah seorang politikus lama, tetapi merupakan orang baru dalam isu-isu politik belakangan ini. Siapakah dia?

“Bukan menggoyang lho, tapi menghancurkan Partai Demokrat. Mr A itu seorang politisi. Dia itu orang lama tapi baru. Baru dalam pengertian enggak nyangka kita bahwa ternyata dia menyimpan kebencian, menyimpan hasrat ingin menghancurkan Partai Demokrat dan SBY sendiri," kata Ramadhan, di Gedung DPR, Rabu lalu.

Tak ada seorang elite Demokrat yang mau menyebutkan secara gamblang, siapa politikus dan kekuatan politik yang disinyalir menyerang partai bentukan Susilo Bambang Yudhoyono itu. Tudingan adanya kekuatan di luar Demokrat di balik kekisruhan yang menerpa partai tersebut sudah dilontarkan Ketua DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga kepada Kompas.com, Minggu (29/5/2011). Bahkan, menurut Kastorius, pihaknya sudah memetakan siapa saja yang memiiki skenario penghancuran partainya dan pola serangan yang dilancarkan.

"Yang jelas, mereka adalah lawan politik yang ingin menyerang tidak dalam satu wujud, tetapi punya tujuan yang sama menjadikan Demokrat dan SBY sebagai common enemy. Kami waspada menghadapinya. Mereka ingin Demokrat tidak dipercaya dan kader-kadernya tidak punya modal sosial politik lagi," tutur Kastorius.

Para lawan politik ini dinilai memanfaatkan momentum kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Bendahara Umum M Nazaruddin untuk melancarkan serangan yang merugikan dan mendiskreditkan Demokrat.

Mencari kambing hitam?

Pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, berpendapat, tuduhan yang dilayangkan Demokrat merupakan hal klasik yang dilakukan para politikus. Ia menilai tudingan dengan melemparkan inisial "Mr A" cenderung sebagai upaya pengambinghitaman.

"Aksi klasik yang selalu dilakukan para politikus dengan mencari orang lain yang dijadikan kambing hitam untuk kesalahan sendiri. Mengalihkan kesalahan ke orang lain. Enggak ada gunanya," kata Arbi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/6/2011).

Menurutnya, tudingan ini menunjukkan bahwa Demokrat tak berhitung. Isu antarelite ini menyentuh masyarakat kalangan menengah atas yang tak gampang dialihkan dengan aksi-aksi klasik seperti yang diakukan. "Orang bisa menilai mana yang benar, mana yang tidak. Tidak segampang itu dibodohi," tegasnya.

Kendati demikian, Arbi melihat, dalam politik, selalu ada lawan politik yang memanfaatkan situasi untuk menyudutkan lawannya. "Dalam pertarungan antarelite, ada pihak yang akan mengambil keuntungan dari kelemahan lawan, ada yang memanfaatkan kelemahan lawan. Itu mungkin saja. Tetapi, bukan lantas dijadikan kambing hitam. Karena di internal pun ada persoalan," kata Arbi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Nasional
    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Nasional
    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Nasional
    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Nasional
    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

    Nasional
    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

    Nasional
    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

    Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

    Nasional
    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

    Nasional
    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

    Nasional
    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

    Nasional
    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

    Nasional
    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com